Dua Puluh Delapan

39.9K 4.3K 314
                                    

hallo, aku cuma mau bilang, cerita ini nggak ada ebooknya yaaa

cuma ada versi digitalnya yang udah lengkap di Karyakarsa.

karena sebelumnya, cerita ini memang aku buat di sana dulu.

okee deh semuanya, Happy Reading yaa


*** 

Ditemani bintang-bintang yang menerangi pekatnya malam, Nyala keluar dari mobil yang ditumpanginya berdua bersama sang suami.

Ya, Tuhan, bolehkah Nyala memanggilnya begitu?

Karena sungguh, ia malu.

Ia merasa tak pantas, untuk menyebut sosok sehebat Harun Dierja dengan sebutan itu.

"Ayo."

Sebuah tangan terentang.

Harusnya, Nyala segera menyambutnya dan menautkan kelima jemari di antara ruas-ruas jari-jari itu. Namun, ia justru menarik napas. Ludahnya tertelan perih, sementara matanya memaku uluran tangan tersebut dalam bimbang.

Pantaskah?

Sekali lagi, Nyala menggeleng gugup.

"Pak, dokternya sudah menunggu."

Suara Rafael yang menyela di antara kegamangan yang Nyala rasakan dalam jiwa, mendadak saja membuatnya ikut gelagapan. Sebagai pekerja biasa, ia paling takut membuat orang-orang besar berkedudukan sebagai atasan, menunggu. Hingga kemudian ia mengambil dua langkah ke depan, tanpa menyingkirkan ragu, ia sambut uluran tangan itu.

Dug. Dug. Dug.

Jantung Nyala bertabuh bak genderang.

Iramanya terasa penuh dan bergetar di dada.

Telapak tangan mereka bertemu.

Kehangatan dari tangan besar itu, menyusup membelah dingin yang berasal dari kulit Nyala yang gugup. Ia dipandu selangkah demi selangkah. Digandeng di sisi ketua umum partainya. Dibawa tuk menuju sebuah klinik yang dulu sempat ia mereka datangi saat hampir tengah malam.

"Dokter Antika Sari, bersedia membuka prakteknya untuk Bapak di jam delapan, malam ini, Pak. Dokter Antika Sari, benar-benar bisa diajak bekerja sama. Lagipula, semakin sedikit yang mengetahui, akan semakin baik, Pak."

Ya, Dokter Antika Sari itu adalah dokter yang dulu sempat dipilih untuk mengaborsi bayinya. Namun malam ini, dokter tersebut akan bertindak sebagai dokter pribadi pertama yang dipilih sang ketua umum partai mereka, tuk memeriksa kondisi anaknya.

Anaknya?

Hm, sebelah tangan Nyala yang bebas menyentuh perutnya yang bagi dirinya sudah tak lagi rata. Di minggu ke sepuluh ini, perutnya juga menunjukkan sedikit perubahan. Walau takut, namun harus Nyala akui, ia pun tak sabar melihat perutnya membesar nanti.

"Putra sudah membuat perjanjian tertulis 'kan?"

Harun perlu memastikan segalanya berjalan baik untuk ke depannya.

Sebab, bila memang dokter ini dapat dipercaya, selanjutnya Nyala akan melakukan pemeriksaan selama kehamilannya di dokter ini saja.

"Sudah, Pak," Rafael membukakan pintu untuk sang atasan. "Dokter Antika Sari juga setuju dengan semua persyaratan yang kita ajukan."

"Bagus," Harun mengangguk puas. "Minta kontak pribadinya. Oh, ya, dokter ini juga membuka praktek di rumah sakit mana saja? Minta Putra mengeceknya secara jelas."

Nyala RahasiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang