Empat Puluh

32.2K 3.9K 377
                                    

Hallo semuanyaaa ... makasih yaa udah mau nunggu. Dan makasih juga doa2 kalian buat aku kemarin.

Happy reading yaaa

***

Berada di ruang kesehatan lantai dua adalah malapetaka.

Nyala tahu, ia tak bisa menyalahkan Rafael Wiryawan yang telah membawanya ke tempat ini. Justru, seharusnya ia bersyukur ada yang mengangkat tubuhnya yang tergeletak di lantai. Di saat semua orang sedang menikmati syukuran atas hari kelahiran ketua umum partai mereka. Bahkan pria yang berstatus sebagai suaminya saja, tak bisa melakukan hal itu untuknya. Jadi, sudah sepantasnya bila nanti ia mengucapkan terima kasih pada ajudan sang suami atas tindakan sigapnya tadi.

Masalahnya, kenapa harus ke tempat ini?

Ya, Tuhan ...

Semua murni kesalahannya sendiri.

Andai saja ia tidak keras kepala mengenakan korset, tentu saja ia tak akan pingsan hingga membuat kehebohan. Terlebih, ia kemudian digendong oleh ajudan utama sang ketua umum partai ini. Tentu saja, ia menjadi pusat perhatian. Walau para kader-kader tak mengenalnya, dan lebih banyak tak peduli pada kehebohan yang ia buat. Tetapi nyatanya, staf-staf di DPP pasti akan bersemangat bergunjing tentang dirinya.

Hell!

Masalah akan semakin runyam.

Ruang kesehatan di lantai dua, memiliki seorang perawat yang berjaga di sana. Diangkat menjadi kader, dan diberi gaji lima juta per bulan. Bahkan lebih besar daripada gaji Nyala dan teman-temannya, yang setiap hari harus menjual senyuman dan tak keberatan direndahkan oleh tamu-tamu. Dan yang membuat mereka iri, tentulah karena tidak setiap hari ada orang yang jatuh sakit di gedung ini. Makanya perawat tersebut tampak sibuk wara-wiri dengan mengunjungi tiap-tiap divisi kala waktu senggang mendekati sore hari. Dan ya, apalagi yang dilakukannya bila bukan mengirim informasi. Karena begitu pasien keluar dari ruangan ini, setiap keluhannya pun akan terdengar di seluruh lantai DPP.

Itulah yang sekarang sedang Nyala takutkan.

Sepertinya, hal tersebut juga akan menimpanya.

Sebab, setelah seluruh pengait korsetnya dibuka, perutnya yang tak lagi rata tentu saja akan menjadi tanda tanya.

"Oh, ini karena korset lo keketatan, La."

Itulah yang diucap Vika—perawat DPP pada Nyala, ketika dirinya sadar.

Blouse Nyala tersingkap, zipper high waistnya pun telah diturunkan. Hingga, perut Nyala terpampang begitu saja di ruangan terang itu. Sudah dipastikan, Nyala tak bisa berkelit lagi.

"Tapi di sini nggak ada Doppler, La," perawat itu menekan-nekan perut Nyala di beberapa sisi hanya tuk melakukan pemeriksaan. Setelah dirasa cukup, ia pun menatap pasiennya sambil melepas sarung tangan medis. "Ke obigyn, gih."

Deg.

Nyala kontan memucat.

Ia berpandangan pada Ajeng yang tadi memang mengikutinya ketika di bawa ke ruang kesehatan ini.

"Tensi lo juga rendah. Tapi yang paling penting," Vika menggantung kalimat. Kemudian dagunya yang telah berubah berkat filler, menunjuk perut Nyala. "Pastiin janinnya baik-baik aja."

Sudah.

Nyala benar-benar tamat.

Sambil memejamkan mata, Nyala mengepalkan kedua tangannya erat.

Niat hati ingin menyembunyikan kehamilannya selama yang ia mampu, korset yang ia kenakan justru membuat rahasia yang berada dalam tubuhnya diketahui lebih cepat. Terlebih oleh seorang Vika Febriyanti yang julidnya luar biasa berdedikasi. Tampilannya yang tak seperti perawat, justru tampak seperti sosialita dengan gaji 500 juta sebulan, benar-benar paduan yang ciamik dalam mengolah gosip miring yang dibarengi oleh kesinisan.

Nyala RahasiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang