Jika ada yang paling Jeonghan sayangkan, makanya jawabannya adalah berasnya yang habis membiayai Seokmin bersama rekan-rekannya. Pasalnya ke-empat orang itu sama sekali tidak berniat meninggalkan rumahnya selama hampir satu minggu.
"Kau harus membayar biaya makan padaku." Tangan Jeonghan bergerak sangat ringan untuk menoyor kepala Seokmin.
Seokmin tertawa saat melihat wajah kusut Jeonghan. "Dasar pelit."
"Pelit apanya? Jika tadi hanya kau, aku tidak akan masalah. Tapi kalian ada empat orang. Aku bisa-bisa bangkrut." Jeonghan memutar matanya.
"Nanti aku akan membayarnya, tenang saja." Balas Seokmin merasa tidak bersalah sedikitpun.
"Aku akan menagihnya." Jeonghan begerak menuju keretanya yang akan berangkat ke ibu kota kerajaan.
Sudah ada Seungcheol yang menunggu di kursi pengemudi. Setelah hampir satu bulan tidak berjualan, dihitung dari musim dingin hingga sekarang minggu ketiga di musim semi, akhirnya Jeonghan kembali kepada kegiatan awalnya itu.
Selama satu minggu setelah ia sadarkan diri, Jeonghan menjalani pemulihan diri. Seungcheol turun tangan langsung dalam hal ini. Semua makanan Jeonghan harus di cicipi dulu olehnya. Pola makan, pola tidur, pola hidup, semuanya diperhatikan oleh Seungcheol. Bahkan pakaian pemuda itu harus dia sendiri yang menyucinya.
Terlihat berlebihan memang. Akan tetapi, Seungcheol tidak ingin mengambil resiko. Dua kali Jeonghan meninggalkan dirinya, dan dia tidak ingin ada ketiga kali atau selanjutnya. Jeonghan tidak boleh melakukan kegiatan berat sama sekali, bahkan jika itu hanya mengangkat air.
Jeonghan tidak boleh tidur terlalu malam atau memiliki terlalu banyak pikiran. Seungcheol benar-benar memperlakukan pemuda itu seperti permata.
Sejujurnya, Jeonghan sangat tidak suka diperlakukan seperti itu. Bukan karena harga dirinya sebagai pria direndahkan. Akan tetapi karena jika dia tidak melakukan kegiatan, bukankah tubuhnya akan menjadi semakin lemah?
Dia makan sangat banyak, tidur teratur, tetapi tidak melakukan kegiatan fisik apapun. Yang ada dirinya hanya akan menjadi gemuk dan pemalas. Otot-otot dan saraf-saraf miliknya akan kehilangan fungsi jika seperti itu. Bukankah, dia akan menjadi lebih rentan terkena penyakit?
Dia sempat memperdebatkan hal ini dengan Seungcheol. Perdebatan di antara mereka berlangsung cukup intens, sampai kepada titik dimana Seungcheol hampir meneteskan air matanya. Memang jika itu berhubungan dengan Jeonghan, Seungcheol akan menjadi sangat cengeng.
Seungcheol merasa bahwa Jeonghan meremehkan dan tidak mengerti kekhawatiran dirinya. Pria itu sudah menyaksikan Jeonghan kehilangan detak jantungnya sebanyak dua kali. Jeonghan tidak mengerti bagaimana perasaannya ketika orang yang paling dia cintai berhenti bernafas di pelukannya.
Saat itu, Seungcheol merasa hatinya kosong. Dia menatap Jeonghan dengan mata memerah. Dia sudah lelah menangis, sungguh. Di tambah kini mereka tidak memiliki air ajaib lagi. Apa yang akan dia lakukan jika saja Jeonghan kembali sakit lagi? Tidak ada tabib yang bisa memulihkan pemuda itu.
Jeonghan pada waktu itu merasa sangat bersalah ketika melihat pandangan berkaca-kaca pria itu padanya. Dengan cepat, Jeonghan memeluk Seungcheol yang hanya terdiam di tempatnya. Pria itu bahkan tidak membalas pelukan itu sama sekali.
Perlahan, Jeonghan mulai menjelaskan pandangannya. Dia mengerti kekhawatiran Seungcheol, hanya saja Jeonghan bisa mati jika hanya diam saja tidak melakukan apa-apa.
Malam itu, Jeonghan meminta maaf kepada Seungcheol. Dia kembali berunding dengan pria itu. Jadi, keputusan akhirnya adalah, Jeonghan akan beraktivitas maksimal empat jam dalam sehari, tidak boleh lebih. Meskipun, Jeonghan sama sekali tidak setuju, dia tetap mengangguk. Dia tidak ingin berdebat dengan Seungcheol lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Different World [CheolHan] ✓
Fiksi PenggemarYoon Jeonghan adalah seorang petani sebatang kara yang tinggal di desa terpencil. Suatu hari, nasib sial menimpanya. Ia terpeleset dan tenggelam di sungai ketika sedang mencari ikan. Lalu ia terbangun di sebuah gubuk dari ilalang dengan pakaian tra...