53. Pemulihan diri

2.8K 318 55
                                    

Hari itu adalah pagi musim semi pertama bagi Jeonghan. Dia duduk di teras dengan secangkir teh hangat di tangannya. Matahari bersinar lembut dan jatuh tepat di wajahnya. Cahaya ke-emasan itu menyinari mata Jeonghan yang memancarkan warna cokelat hangat. Udara yang masih agak dingin berhembus bersama dengan hangatnya sinar matahari. Suasana yang sangat menenangkan.

"Istri ingin makan apa?" Seungcheol datang dengan rambut basah dan sebuah kain di tangannya. Dia baru saja selesai mandi.

Jeonghan mengalihkan pandangannya kepada Seungcheol. Dia tidak menjawab, melainkan menyuruh Seungcheol mendekat dengan gerakan tangannya.

Tanpa pikir panjang, Seungcheol menurut dan berjalan menuju Jeonghan. Jeonghan menyuruh Seungcheol untuk duduk di lantai di antara kakinya yang terbuka. Lalu kemudian, Jeonghan mengambil alih kain di tangan Seungcheol.

Tangan Jeonghan bergerak untuk mengeringkan rambut sang suami. Seungcheol duduk dengan patuh sambil menikmati perlakuan Jeonghan kepadanya. Tidak ada yang berbicara. Mereka hanya menikmati deru nafas masing-masing. Semilir angin, gerakan daun yang tertiup angin, semerbak dari kuncup-kuncup bunga yang mekar dan kicauan burung-burung di atas pohon.

Para pekerja pagi ini pergi ke kebun atas perintah Jeonghan. Bibi Han dan Wonwoo pagi-pagi sekali sudah pergi ke kaki gunung. Jeonghan tidak tahu apa yang ingin mereka lakukan disana. Bora juga tidak terlihat di manapun. Mungkin dia ikut dengan Wonwoo atau pekerja yang lain. Yang jelas saat ini hanya ada Seungcheol dan Jeonghan di rumah.

"Istri..." Panggil Seungcheol sangat lembut.

"Hmm?" Jeonghan menanggapi pelan juga sambil mengeringkan rambut Seungcheol.

"Aku takut sekali." Mata Seungcheol menatap jauh kepada pemandangan hijau di hadapannya.

"Sudah dua kali istri berubah dingin di genggaman tanganku. Kau pergi dariku. Aku takut sekali. Bagaimana bisa kau tega meninggalkan ku sendiri?" Suara Seungcheol terdengar bergetar.

"Kau tahu, aku paling mencintaimu di dunia ini. Kau satu-satunya yang ku punya." Seungcheol membalik tubuhnya. Hingga sekarang ia berhadapan dengan Jeonghan. Kepalanya mendongak agar dapat melihat wajah Jeonghan yang juga sedang menatapnya.

"Istri, jika kau berniat untuk pergi suatu saat nanti, ajak aku, ya?" Seungcheol membaringkan kepalanya di paha Jeonghan.

"Kemana pun istri ingin pergi, aku akan ikut. Aku tidak mau ditinggalkan sendiri, Istri. Aku tidak mau menangis lagi, itu sangat melelahkan."

Jeonghan terdiam. Dia menatap Seungcheol yang menyandarkan kepalanya di atas paha miliknya, "Aku tidak akan meninggalkan mu. Aku berjanji. Kau dan aku akan selalu bersama."

Tangan Jeonghan bergerak untuk mengelus kepala Seungcheol. "Maaf karena sudah membuatmu menangis."

Sebuah senyum teduh terbentuk di bibir Jeonghan. Seungcheol melihatnya seolah melihat matahari yang sedang bersinar. Perlahan, Seungcheol bangkit berdiri.

Dia bergerak untuk memeluk Jeonghan dan mengangkat pemuda itu, lalu menggantikan posisi Jeonghan yang duduk di atas kursi. Sekarang, Seungcheol duduk di atas kursi dengan Jeonghan di atas pangkuannya. Posisi Jeonghan lebih tinggi dari Seungcheol hingga pria itu harus mendongak untuk melihat sang pujaan hati.

Jeonghan kembali tersenyum, tangannya bergerak untuk mengelus kepala Seungcheol sangat lembut. Pria kekar itu terbuai. Tangannya memeluk pinggang Jeonghan semakin erat dan kepalanya dia sandarkan di dada Jeonghan.  Seungcheol menikmati detakan jantung hidup itu.

Kedua tangan Jeonghan juga bergerak untuk memeluk kepala Seungcheol. Dia menjatuhkan sebuah kecupan ringan di atas kepala pria itu.

Pelukan Seungcheol semakin erat saat merasakan kecupan Jeonghan di kepalanya. Ini Jeonghan-nya. Miliknya, pasangannya, segalanya baginya. Seungcheol sangat mencintai Jeonghan. Sangat mencintainya, hingga tidak bisa dijelaskan. Seungcheol sampai bingung harus mengatakan cintanya seperti apa lagi. Cintanya sangat besar. Hingga kadang-kadang dadanya hampir meledak.

Different World [CheolHan] ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang