47. Permintaan maaf [2]

2.6K 317 80
                                    

Udara dingin berhembus dan beberapa pria besar itu yang berdiri di depan sebuah gubuk kumuh itu mulai menggigil.

Mata dingin Jeonghan menyapu bangunan di depannya. Dewa tahu dendam membara dalam hatinya hampir meledak saat ini. Tetapi meskipun demikian, Jeonghan masih berusaha mendinginkan kepalanya. Melihat para pekerjanya yang sudah kedinginan, dia tidak boleh egois akan kepentingan dirinya sendiri. Karena sesungguhnya semua orang-orang yang bersamanya saat ini juga penting bagi Jeonghan.

Maka dari itu, Jeonghan memerintahkan agar mereka kembali ke dalam kereta masing-masing dan menunggu hingga matahari terbit.

Para pekerja segera menuruti perintah Jeonghan. Mereka berusaha menghangatkan tubuh mereka dengan bekal yang telah di sediakan Bibi Han di dalam setiap kereta. Banyak mantel juga yang telah disediakan oleh wanita tua itu, seolah tahu bahwa mereka akan mengalami malam yang dingin. Sebenarnya ketiga kereta itu disiapkan oleh Wonwoo bersama Bibi Han.

Mantel tebal lembut berwarna putih bersih menyelimuti tubuh Jeonghan dan mangkuk berisi sup hangat mengepul ada di tangan rampingnya. Bora berbaring dan tubuhnya melingkari tubuh Jeonghan yang terlihat pucat.

Wonwoo menatap iba kepada kakaknya itu, dia meraih ramuan herbal obat-obatan yang memang selalu ia bawa kemana pun. Air panas di tuangkan dalam cangkir sederhana dan Wonwoo pun memasukkan ramuan di tangannya.

Setelahnya dia menyodorkan cairan herbal itu kepada Jeonghan, "Kakak minumlah ini."

"Terima kasih, Wonwoo." Jeonghan meraih cangkir itu setelah menghabiskan setengah dari supnya.

Kemudian ia pun meminumnya perlahan. Wonwoo dan juga Mingyu yang berada di dalam kereta yang sama dengan Jeonghan memperhatikan hingga pemuda cantik itu menghabiskan tetes terakhir ramuan obat Wonwoo. Barulah setelah itu Wonwoo juga menyeduh ramuan herbal lainnya untuk dirinya sendiri dan juga Mingyu.

Mingyu menerima ramuan dari Wonwoo dengan canggung, dia kemudian meminumnya hingga habis setelah mengucapkan terima kasih kepada Wonwoo.

Jeonghan meraih beberapa ruas bambu yang ia simpan di dalam kereta. Dia meminumnya, lalu memberikan pada Mingyu dan Wonwoo. "Minum air ini dan sisanya berikan pada yang lainnya."

"Baik, Tuan." Mingyu menerima ruas bambu itu dan segera keluar dari kereta untuk memberikannya pada rekannya yang lain.

Suasana dalam kereta Jeonghan hampir sama dinginnya dengan udara bersalju di luar. Bora seakan mengerti dan semakin merapatkan tubuhnya kepada Jeonghan. Pemuda itu merasakan pergerakan Bora, kemudian tangannya bergerak untuk mengelus kepala Bora. Tangan ramping itu terlihat mengkerut karena udara dingin dan terlihat sangat pucat.

"Kakak, pegang ini." Wonwoo memberikan kantong air panas pada Jeonghan.

Jeonghan menerimanya dan menurut kepada setiap perkataan Wonwoo. Mingyu kembali dan kini mereka hanya diam di dalam kereta.

Hanya sekitar tiga jam lagi untuk matahari terbit, akan tetapi rasanya sangat lama karena Jeonghan tetap terjaga. Meskipun tubuhnya sudah lelah, dia tetap tidak bisa memejamkan matanya. Walaupun begitu, Jeonghan tetap berusaha tidur agar kepalanya tidak berantakan nantinya. Namun, kepalanya malah semakin sakit dan matanya juga.

Tepat ketika matahari menampakkan dirinya, Jeonghan membuka matanya. Pemuda cantik itu berdiri dan keluar dari kereta dan segera di ikuti oleh Bora. Saat ia menginjakkan kakinya di atas lapisan salju, ternyata para pekerjanya pun sudah bangun. Mingyu dan Wonwoo juga langsung menyusul Jeonghan.

Jeonghan dengan empat belas pria terbaiknya kini berdiri di hadapan bangunan itu. Tanpa pikir panjang, Mingyu segera maju untuk mendobrak pintu kayu di depannya. Pintu itu hancur hanya dengan sekali gebrakan oleh tubuh besar Mingyu. Kemudian, Chan langsung bergegas masuk dari belakang Mingyu segera setelah pintu itu hancur.

Different World [CheolHan] ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang