Dengan gegabah, Jeonghan melemparkan botol pestisida di tangannya ke arah gudang. Dengan tergopoh-gopoh, pria berusia dua puluh lima tahun itu meraih ember dan jaring penangkap ikan.
"Ayo cepat Jeonghan!" Seru seorang wanita setengah baya padanya.
Tanpa menghiraukan dia yang belum memakai sepatu boot nya, Jeonghan menyusul wanita itu. Dia tersenyum senang membayangkan ikan-ikan segar dari sungai yang akan dia dapat nanti. Kali ini dia akan menyimpan ikan-ikan itu dengan baik, hingga ia tidak akan hanya makan sayuran di musim dingin. Membayangkan makanan-makanan yang akan ia buat dari ikan-ikan itu membuat Jeonghan begitu bersemangat.
Bahkan kesedihannya ketika melihat lobaknya di makan oleh ayam tetangga menghilang begitu saja. Padahal tadi, dia sudah mengutuk ayam-ayam sialan itu.
Sesampainya di sungai yang telah surut, Jeonghan turun dengan bersemangat. Dia menenteng embernya dan memasukkan ikan-ikan yang terjebak genangan kecil di dasar sungai.
"Jangan pergi terlalu jauh, Jeonghan." Kata bibi tadi mengingatkan Jeonghan yang menjauh dari kumpulan orang-orang desa yang juga sedang menangkap ikan.
"Baik bibi!"
Mulutnya berkata seperti itu, tapi tidak dengan kakinya yang melangkah semakin jauh. Ember yang dibawa oleh Jeonghan juga dua kali lebih besar dari ember orang desa lainnya. Kebanyakan yang datang menangkap ikan adalah para ibu rumah tangga, tetapi Jeonghan itu sudah seperti anak-anak mereka. Selain karena Jeonghan penurut, pria itu juga pekerja keras meski hanya hidup sendiri. Sebenarnya agak kasihan, apalagi Jeonghan tidak akrab kepada yang lain selain bibi-bibi ini. Mereka sangat baik pada Jeonghan. Tidak jarang memberi Jeonghan makanan mereka dan memberi bibit-bibit tanaman.
Jeonghan merasa beruntung memiliki bibi-bibi ini. Tetapi ada satu kesialan Jeonghan, dia selalu gagal dalam bertani. Gagal dalam artian, dia tak pernah bisa menjual hasil panennya. Apapun yang dia tanam, hanya akan cukup untuk persediaan makanannya saja. Jeonghan sudah mencoba berbagai cara dan produk bertani. Tetapi hasilnya sama saja. Meski tidak pernah kekurangan bahan makanan, Jeonghan tetap ingin kaya. Setidaknya membangun rumahnya menjadi lebih layak. Dan lagi, membangun tembok besar sehingga ayam tetangganya tidak memasuki pekarangannya dan memakan sayur-sayuran miliknya.
Hidup sendiri membuat Jeonghan memiliki kemampuan serba bisa. Memperbaiki seng rumah, memperbaiki saluran air yang tersumbat, membersihkan dan menata rumah, bertani, mengolah bahan makanan agar dapat disimpan lama, mencari obat-obatan di kaki gunung, selama tidak beracun, maka Jeonghan dapat mengubah tanaman dan daging hewan menjadi makanan yang luar biasa enak. Bahkan bibi-bibi di desa sering memuji masakannya. Dan itu jadi kebanggaan tersendiri bagi pria itu.
Seperti saat ini. Ikan-ikan di sungai ini terkenal besar-besar dan enak. Apalagi sungai ini hanya akan surut ketika penduduk desa sepakat untuk melakukannya. Para pria biasanya akan ada di hulu sungai untuk membangun bendungan sederhana dari rumput dan batang pohon. Sungai ini termasuk sungai besar, dan penduduk hanya melakukan kegiatan ini ketika musim kemarau tiba. Karena pada saat itulah debit air sungai menurun. Kegiatan yang menyenangkan dan menunjukan bagaimana harmonisnya kehidupan di pedesaan. Semua akan berbagi dan saling mengingatkan.
"Dapat kau!"
Jeonghan berhasil menangkap ikan dengan kedua tangannya. Dia menghiraukan kedua kakinya yang terasa nyeri karena bergesekan dengan batu-batu tajam di dasar sungai.
Ikan yang baru saja ditangkap oleh Jeonghan, ia lemparkan masuk ke dalam ember. Ikan itu menggelepar hingga air masuk ke dalam mulut Jeonghan karena berada terlalu dekat. Karena kesal, Jeonghan malah memukul badan ikan itu. Dia melihat sebentar ke arah bibi-bibi yang agak jauh darinya. Mereka juga masih sibuk menangkap ikan sama seperti dirinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Different World [CheolHan] ✓
Fiksi PenggemarYoon Jeonghan adalah seorang petani sebatang kara yang tinggal di desa terpencil. Suatu hari, nasib sial menimpanya. Ia terpeleset dan tenggelam di sungai ketika sedang mencari ikan. Lalu ia terbangun di sebuah gubuk dari ilalang dengan pakaian tra...