Kali ini, Jeonghan bangun terlebih dahulu. Dia merenggangkan tangannya dan mencoba mengumpulkan nyawanya. Matanya berair dan beberapa kali menguap. Maniknya menatap sekitar lalu bangkit dari tempatnya tidur. Matahari belum terbit dan udara masih sangat lembab, ketika Jeonghan menarik napasnya, dia bisa merasakan dingin yang teramat memasuki hidungnya. Dia melihat ke arah Seungcheol yang masih terlelap. Pemuda itu melihat ngeri akan pakaian Seungcheol yang begitu tipis dan terbuka. Apa dia tidak kedinginan?
Jeonghan menggulung rambut panjangnya hingga menampakkan leher jenjang putih miliknya. Dia juga menggulung lengan bajunya agar ia bisa beraktivitas dengan mudah. Ketika akan pergi keluar, Jeonghan melirik sekilas ke arah Seungcheol yang masih tidur. Pemuda itu menarik selimut tipis mereka untuk menutupi tubuh Seungcheol lalu ia pergi ke luar.
Kedua tangan Jeonghan memeluk dirinya sendiri ketika udara dingin berhembus padanya. Matahari mulai nampak dan menyinari halaman gubuknya yang telah bersih. Embun-embun pagi terlihat bertengger diatas dedaunan dan ujung-ujung rumput. Jeonghan menatap bangga akan pekerjaannya. Dia mulai berjalan memasuki kebun kecil miliknya itu, Jeonghan melihat sekeliling yang telah ia bersihkan. Sangat berbeda jauh dengan keadaan pertama kali ia sadar di tubuh ini.
Hutan kecil didepan gubuk sudah bersih, hanya ada beberapa pohon yang dibiarkan Jeonghan untuk tumbuh karena buahnya enak. Ada juga beberapa pohon yang sengaja Jeonghan tanam karena memiliki bentuk daun yang melebar sehingga berbentuk seperti payung. Pohon-pohon rindang seperti itu dia atur di sekitar jalan yang ia buat. Ketika berjalan melewati jalur bersih yang ia buat, sebuah ide terlintas di kepala Jeonghan. Apalagi dia kembali mengingat banyak bebatuan di sekitar sungai kecil di belakang gubuk mereka.
Jeonghan berjalan hingga bertemu dengan jalan besar di depan sana. Pemuda itu melihat ke kiri dan ke kanan. Tidak ada tanda-tanda pemukiman warga, Jeonghan juga tidak pernah melihat ada orang yang lewat dari sini. Jeonghan mengerti sebenarnya. Tempat ia dan Seungcheol ini sangat jauh dari pemukiman, tetapi Seungcheol sangat pandai memilih tempat. Tempat tinggal mereka ini dekat dengan sumber air, ada banyak tanaman-tanaman yang dapat dimakan. Strategis karena dekat dengan jalan dan juga lingkungan yang begitu subur.
Lalu Jeonghan berjalan kembali menuju gubuk mereka dan mendapati Seungcheol yang sepertinya baru saja terbangun di depan gubuk. Pria itu masih mengucek matanya dan melihat sekeliling, seperti mencari sesuatu dan ketika ia melihat Jeonghan, barulah ia merasa tenang.
"Darimana?" Tanya Seungcheol sambil menghampiri pemuda itu.
"Hanya melihat-lihat saja." Jeonghan berjalan ke belakang gubuk untuk melihat tumpukan batang pohon yang tersusun rapi disana.
Seungcheol mengikutinya juga. Dia berdiri disamping Jeonghan yang memeriksa batang-batang pohon itu.
"Apa kau punya kenalan pembuat rumah?"
Seungcheol mengerjab kemudian mengangguk. "Ada. Dia baru saja memulai karirnya."
"Seusia denganmu?" tanya Jeonghan tanpa mengalihkan pandangannya dari kayu-kayu didepannya.
"Lebih muda. Dia berusia dua puluh dua tahun. Lebih muda empat tahun dariku."
Jeonghan mengangguk. Dia jadi tahu usia Seungcheol sekarang. Dua puluh enam tahun? Selisih tujuh tahun dari Jeonghan.
Lama mereka terdiam. Sampai akhirnya Seungcheol berbalik dan berjalan pergi.
"Mau kemana?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Different World [CheolHan] ✓
FanfictionYoon Jeonghan adalah seorang petani sebatang kara yang tinggal di desa terpencil. Suatu hari, nasib sial menimpanya. Ia terpeleset dan tenggelam di sungai ketika sedang mencari ikan. Lalu ia terbangun di sebuah gubuk dari ilalang dengan pakaian tra...