Hina sejak tadi memperhatikan Jaemin yang banyak berdiam diri. Pikiran Jaemin seolah melayang entah kemana padahal raganya sedang bersama Hina saat ini.
Hina tak marah. Ia justru merasa tak enak dengan kekasihnya ini. Hina rasa Jaemin menyembunyikan sesuatu yang Hina tak tau. Jaemin akhir-akhir ini selalu menemani dan mendengar keresahannya perihal permasalahan sang ayah. Namun sepertinya Jaemin lupa memperhatikan diri sendiri saking fokusnya dengan Hina.
"Sayang"
Jaemin tersadar dari lamunannya ketika Hina memanggil dengan menyentuh tangannya. Jaemin lantas menatap Hina sembari menyunggingkan senyum manisnya.
"Kenapa?" Tanya Hina.
"Kenapa apanya? Aku hanya memikirkan- oh iya!"
Jaemin menepuk keningnya sendiri begitu mengingat sesuatu yang harusnya ia sampaikan pada Hina. Pikirannya terlalu larut hingga ia lupa beberapa hal.
"Hina, kata ayah Junho ada pengacara kenalannya yang mau membantu ayahmu. Kita bisa usahakan itu, semoga berhasil. Setidaknya bisa meringankan hukuman ayahmu"
Jaemin nampak berbinar memberikan berita baik ini pada Hina. Namun sebaliknya, masih ada perasaan yang mengganjal dalam benak Hina.
Senyuman yang tadi merekah dari bibir Jaemin perlahan hilang karena Hina tak menunjukkan raut senang. Justru gadis itu menghela nafas sembari menunduk.
"Kau kenapa tidak senang begitu?" Tanya Jaemin yang sukses membuat si gadis menatapnya.
"Aku senang. Terima kasih, semua ini berkat usahamu yang bahkan lebih dari aku"
"Hina-"
"Aku tidak tau kalau tidak ada kau, aku dan keluargaku akan jadi bagaimana"
Jaemin yang merasa tak puas dengan jawaban Hina masih menatap intens. Berharap ia akan mendapat jawaban yang jujur. Sebenarnya antara Jaemin dan Hina, mereka masih sama-sama tak enak hati. Hina yang merasa merepotkan Jaemin. Sedangkan Jaemin tak ingin menambah beban pikiran juga masalah Hina.
"Tapi sorot matamu tidak berkata begitu, Hina. Kau sedang sedih kan?" Tanya Jaemin lagi. "Ada apa sayang?"
"Harusnya aku yang bertanya begitu padamu, Jaemin" balas Hina.
Jaemin duduk tegap. Suasana saat ini bukan yang tepat untuk merayu ada bergurau. Jaemin masih diam membiarkan Hina berbicara lebih dulu.
"Kau yang justru sejak tadi diam. Ada apa? Apa yang membebani pikiranmu bagilah denganku. Aku ini pacarmu kan?"
Jaemin tak menjawab. Ia mulai paham dengan jalan pikiran Hina. Ia menarik nafas begitu dalam sembari tangannya memijat pangkal hidungnya.
"Kau tak lagi pernah berbagi kesulitanmu denganku, Jaemin. Kau selalu melakukan semua sendiri. Mengurus masalah keluargaku, masalah Jeno dan Lami, pekerjaanmu. Aku tak pernah tau banyak tentang itu. Belum lagi persidangan Taeyong oppa juga akan segera dilaksanakan"
"Hina, masalahmu sudah berat. Aku juga memikirkan mentalmu setelah apa yang keluarga Daichi lakukan, terutama si keparat yang sampai berani menculik dan melakukan kekerasan fisik padamu. Aku tak mau kau terbebani dengan hal lain"
"Tapi bukan seperti ini, Jaem"
"Apa? Seperti apa yang kau mau?"
Hina mencebik kesal. Entah kenapa malam ini Jaemin begitu menjengkelkan. Hina meraih tasnya lalu berdiri. Jaemin mengalihkan atensinya, mengikuti setiap pergerakan Hina.
"Mau kemana?" Tanya Jaemin.
"Pulang" jawab Hina singkat membuat Jaemin kembali menghela nafas gusar. "Aku pulang sendiri"
KAMU SEDANG MEMBACA
Beautiful Time (YOU AND I) | Book II ⚠️ON HOLD⚠️
FanfictionTidak ada yang bisa menebak takdir kehidupan. Semua ingin menjalani tanpa beban dan penuh keberkahan. Tapi apakah Tuhan memberikan secara cuma-cuma? Before and After of CRASH