Flashback terakhir
*
*
*
Jaemin berdiri di depan kamar Sunghee dan Chilhyun. Ia tau ibunya sedang berdiam diri di kamar seharian. Pasti berat bagi Sunghee memutuskan untuk berpisah dengan Jeno walau hanya sementara. Jaemin memahami bagaimana gundahnya seorang ibu yang harus memikirkan jarak antara ia dan putra yang sejak bayi bersamanya.
Hampir saja Jaemin mengetuk pintu namun pintu itu sudah lebih dulu terbuka. Sunghee sedikit terkejut dengan keberadaan Jaemin. Sunghee baru ingat Jaemin sekolah hari ini dan ia bahkan tak menyadari putranya itu sudah pulang.
"Jaemin? Maaf nak, ibu lupa kau sudah pulang sekolah" sesal Sunghee.
"Tidak apa, ibu pasti lelah kan?" Balas Jaemin sambil tersenyum. "Aku lapar, Bu"
"Astaga... maafkan ibu, sayang. Ayo duduk dulu, ibu buatkan makanan"
Sunghee menuntun Jaemin duduk di meja makan. Anaknya itu masih berjalan sedikit pincang. Sekarang Jaemin bisa melihat Sunghee yang sibuk dengan bahan masakan dan peralatan dapur.
"Ibu, biarkan Jeno pergi ke Jepang ya?"
Gerakan Sunghee yang tengah memotong sayuran terhenti mendengar ucapan Jaemin. Wanita itu menatap Jaemin intens.
"Jeno... aku juga ingin dia sembuh. Kalau memang di Jepang ia akan berobat, kita biarkan saja ya, Bu?" Kata Jaemin lagi.
"Kita masih bisa jenguk dia nanti. Kita bisa telfon dia melalui ayah Junho. Aku tau ibu sulit jika harus berpisah dengan dia, tapi ini hanya sementara kan? Nantinya dia akan kembali dengan kesehatan yang lebih baik"
Sunghee mendekati Jaemin. Menarik kursi di dekat Jaemin. Wanita cantik itu kali ini menatap Jaemin teduh. Kini tangan keduanya saling bertaut.
"Apa menurutmu itu sudah paling tepat?" Tanya Sunghee pelan yang dibalas anggukan oleh Jaemin.
"Aku hanya ingin Jeno sembuh. Jadi biarkan dia pergi untuk berobat" lirih Jaemin. "Ada aku dan Jaehyun hyung, ibu tak akan kesepian. Kita berdua akan jaga ibu"
Sunghee tak menyangka pada akhirnya putranya yang lain juga akan mengutarakan pendapatnya. Lebih ke sebuah harapan seorang Jaemin yang menginginkan saudaranya kembali sehat meski kemungkinan itu jauh dari prosentase lima puluh persen.
Sunghee memahami trauma berat yang Jaemin alami juga tak akan membaik jika terus dihadapkan hal semacam ini. Kehilangan figur ibu kandung di depan matanya sendiri, kehilangan sang sahabat saat bersamanya, dan melihat bagaimana saudaranya sendiri hampir saja mati.
Sunghee melepaskan genggaman tangannya yang semula ada di tangan Jaemin. Wanita itu memilih memeluk remaja tujuh belas tahun itu. Sunghee sadar, meski Jeno adalah prioritasnya namun ada Jaehyun dan Jaemin yang kini juga menjadi tanggung jawabnya.
***
"Mau makan?" Tanya Jaehyun dengan gerak tangan dan bibir yang diperjelas.
Jeno menggeleng menjawab pertanyaan sang kakak. Hari ini ia sudah bisa meninggalkan rumah sakit dengan berbagai catatan dan nasehat dari dokter yang merawatnya. Jeno harus banyak istirahat, tidak boleh stress, tidak boleh sendirian, dan harus melakukan konseling dengan psikiater.
Jeno dan Jaehyun beralih ke pintu kamar. Muncul tiga orang dewasa juga Jaemin yang sepertinya baru saja pulang sekolah. Jeno melihat Jaemin sudah bisa berjalan normal meski pergelangan kakinya masih harus menggunakan perban.
"Aku minta maaf. Tidak seharusnya aku bersikap seperti itu yang justru membahayakan orang lain. Aku menyesal. Aku minta maaf" sesal Jeno.
Sunghee duduk di tepian ranjang samping Jeno. Dari sorot mata semua yang ada di sana, Jeno tau pasti mereka ingin menyampaikan sesuatu. Yang Jeno lakukan selanjutnya hanya diam dan menunggu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Beautiful Time (YOU AND I) | Book II ⚠️ON HOLD⚠️
Fiksi PenggemarTidak ada yang bisa menebak takdir kehidupan. Semua ingin menjalani tanpa beban dan penuh keberkahan. Tapi apakah Tuhan memberikan secara cuma-cuma? Before and After of CRASH