Jaemin duduk melamun di depan ruang rawat Jeno. Di dalam ada ibu dan ayahnya. Jaemin bersandar sambil menatap kaki kanannya yang terlilit perban. Tak hanya di pergelangan kaki, namun juga lututnya yang tertutup celana panjang.
Dokter bilang ia berlari terlalu lama dan jauh sehingga persendian juga otot kakinya terkejut. Sejak cedera parah yang ia alami saat itu, Jaemin tak pernah melakukan aktivitas berlebihan yang membuat kakinya bekerja ekstra. Kalaupun sakit, tak akan sesakit ini. Artinya ia sangat kelelahan.
Lalu area dadanya, pada bekas jahitan juga memerah. Pantas saja sedikit nyeri. Dokter menyarankan Jaemin banyak istirahat setelah ini. Ia juga harus berakhir menggunakan kruk sampai kakinya tak terasa sakit untuk berjalan.
"Jaemin?"
Jaemin mendongak mendapati Hina dengan tas punggungnya berdiri di sampingnya. Jaemin tak mengalihkan atensinya, matanya bergulir mengikuti langkah Hina yang duduk di sampingnya.
"Kenapa kemari?" Tanya Jaemin.
"Aku... khawatir padamu" jawab Hina sambil menunduk memperhatikan kaki Jaemin.
Tadi setelah orang tua Jaemin dan Jeno datang juga dokter yang memeriksa keadaan Jeno keluar dari UGD, Hina, Lami, Haechan, dan Renjun kembali ke sekolah. Mereka sempat menemui Jeno yang masih tidur di UGD dan Jaemin yang menunggu dokter menangani kakinya.
Sekarang Jeno harus kembali dirawat, mungkin dua atau tiga hari. Dokter bilang keadaannya drop. Tekanan darahnya naik dan serangan panik yang Jeno alami juga sempat kambuh memperburuk keadaannya.
"Aku tak apa, Hina. Terima kasih sudah khawatir. Dan terima kasih sudah membantu mencari Jeno tadi" kata Jaemin yang dibalas anggukan oleh Hina. "Lami tadi bagaimana?" Tanya Jaemin.
"Pulang, diantar oleh Renjun dan Haechan. Mereka takut Lami akan melakukan hal bodoh. Mereka trauma sepertinya" jelas Hina dengan tawa sumbang yang terdengar. "Jeno bagaimana?"
"Masih tidur" jawab Jaemin singkat. "Hina?"
"Hm?"
"Apa menurutmu Lami dan Jeno bisa bahagia?"
Hina menatap Jaemin yang duduk di sebelahnya. Jaemin tak membalas dengan menatap Hina. Ia menyadarkan kepalanya ke dinding, menatap langit-langit lorong rumah sakit dengan sesekali menghembuskan nafas berat.
"Kau tau, roda selalu berputar. Tidak selalu di atas juga sebaliknya. Aku percaya kehidupan pun demikian, Jaemin" ujar Hina yang ikut bersandar dengan nyaman menatap kosong ke depan.
"Seperti yang sudah kau lalui. Hitam putih kehidupanmu, kau dan Lami pernah sedekat itu hingga akhirnya hubungan kalian hancur karena sebuah kesalahpahaman. Tapi sekarang, hubungan kalian mulai membaik, kan? Akan ada saatnya nanti Jeno dan Lami juga begitu. Mereka pasti akan bahagia. Akan ada pelangi setelah badai, Jaem"
"Dan kau adalah pelangi setelah badai besar menerpa kehidupanku" ucap Jaemin pelan.
Hina tertegun. Mengedipkan matanya berkali-kali. Tak ingin salah paham dengan apa yang Jaemin katakan, namun Hina tak bisa sembunyikan pipinya yang sudah bersemu merah.
Jaemin tersenyum kecil melihat gelagat Hina. Gadis itu sudah pasti salah tingkah dengan apa yang baru saja ia ucapkan. Tangan Jaemin bergerak menyentuh tangan Hina yang saling tertaut, membuat Hina semakin membeku dan ragu-ragu mendongak menatap Jaemin.
"Maaf, aku masih belum menyadari perasaanku padamu Hina" Jaemin kembali mulai berbicara.
"Aku selalu mencarimu di kala hatiku kacau. Kau juga yang selalu berusaha memperbaiki hubunganku dengan Lami meskipun itu bukan tanggungjawabmu. Kau bahkan sampai harus mengesampingkan perasaanmu, Hina-chan. Dan tanpa sadar, aku selalu terbius denganmu dan sepatu rodamu. Kau indah sekali"
KAMU SEDANG MEMBACA
Beautiful Time (YOU AND I) | Book II ⚠️ON HOLD⚠️
FanficTidak ada yang bisa menebak takdir kehidupan. Semua ingin menjalani tanpa beban dan penuh keberkahan. Tapi apakah Tuhan memberikan secara cuma-cuma? Before and After of CRASH