Thirty Six

1.4K 143 8
                                    

Hina meremas tangannya sendiri. Ia gugup sekaligus takut. Ibu dan kakaknya ada bersamanya. Juga Jaemin dan Junho. Jaemin yang melihat ketakutan Hina semakin menjadi memilih untuk duduk di samping Hina. Memberikan senyuman kecil dengan harapan menenangkan Hina.

Pemeriksaan oleh pihak kepolisian sudah dilakukan Hina kurang lebih dua jam lalu. Pihak kepolisian juga tidak mungkin memforsir Hina mengingat kemungkinan trauma dari kejadian lalu bisa saja terjadi.

"Aku tidak bisa berjanji" ucap Junho.

Mendengar itu Hina dan keluarganya murung. Bahkan air mata sang ibu menetes begitu saja. Jaemin menghela nafas dan memejamkan mata sejenak.

"Ayah..."

"Sulit membuat hukuman Tuan Nakamura diringankan apalagi sampai dibebaskan. Kasus ini ke depannya tidak bisa ku tangani Jaemin. Berkas kasus ini sudah dikirim kepolisian Korea ke pemerintah Jepang. Tuan Nakamura akan diproses ke Jepang bersama Daichi Hendery dan para antek-anteknya"

"Tapi paman, apakah kesaksianku juga akan mempersulit ayahku?" Tanya Hina gusar.

Junho menggeleng. Keputusasaan Hina dan keluarganya semakin besar.

"Hina, tuntutan yang diterima ayahmu berbeda dengan kasusmu. Meski berbeda, kedua kasus ini tetap berhubungan. Daichi Hendery dituduh melakukan penculikan dan penganiayaan, sedangkan tuan Nakamura dituduh melakukan perdangan gelap. Dua kasus berbeda yang saling berhubungan. Yang aku takutkan..."

Hina mendongak mendengar Junho menggantungkan kalimatnya. Jaemin bisa melihat kilatan amarah saat mata Junho tidak sengaja menatap ibu dan kakak Hina.

"Katakan ayah" pinta Jaemin.

"Tuan Nakamura bisa dituntut karena membiarkan putrinya diculik"

Ucapan telak Junho membuat hati ibu Hina berdenyut sakit. Wanita itu pun menyesali apa yang telah terjadi. Keadaan begitu sulit membuat sang suami tidak bisa berkutik sedikitpun.

"Aku tau keluarga Hina, terutama tuan Nakamura tidak bisa berbuat apapun karena ancaman Daichi. Tapi sesulit apapun orangtua tidak akan membiarkan anaknya menjadi sasaran kecuali orang itu gila. Semua ini adalah resiko dan orang-orang yang terlibat harus bertanggung jawab. Maafkan aku Jaemin, Hina. Permasalahan disini sekarang bukanlah Hina, tapi keluarga Daichi. Aku tidak bisa banyak membantu sekalipun laporan yang Jeno buat bersamaku telah kami cabut"

***

Jaehyun masih merapikan meja setelah meeting selesai. Bahkan Jeno dan Jaemin sudah keluar atau mungkin sudah pulang. Tinggal ia, Jungwoo, dan Sooyoung di sana.

"Ah, Sooyoung-ssi... maafkan aku" seru Jungwoo setelah mengecek ponselnya. "Aku tidak bisa makan malam denganmu"

"Makan malam?" Sahut Jaehyun.

Kenapa rasanya ada yang aneh jika Jungwoo dan Sooyoung makan malam berdua.

"Itu, nona Park akan menraktirku makan malam. Hari ini kan dia ulangtahun" jelas Jungwoo. "Sekali lagi maafkan aku, ada urusan bersama keluarga ku. Tak apa kan?"

"Tentu, mungkin lain kali aku akan menraktirmu" kata Sooyoung.

"Baiklah, aku pergi. Sampai jumpa lusa presdir, nona Park"

Setelah Jungwoo pamit, kini hanya Sooyoung dan Jaehyun di ruang. Rasanya Sooyoung ingin mengakhiri kecanggungannya ini. Ia ingin segera keluar dari tempat ini.

"Kau tidak ingin menraktirku makan malam?"

***

Jeno memilih pulang karena ia rasa masih butuh istirahat. Tapi sesuatu yang tidak ingin ia lihat justru dengan apiknya terlihat di depannya. Ketika sang ayah membukakan pintu mobil untuk wanita yang masih ia benci.

Melihat kedatangan Jeno membuat Boa panik. Tapi tidak dengan Junho yang justru bersikap biasa saja. Tidak ada kilatan marah dari sorot mata Jeno selain rasa kecewa. Ia memilih untuk masuk dan memberikan ruang pada Junho bersama Boa.

"Jeno" panggil Donghae begitu Jeno masuk.

"Aku lelah, paman" ucap Jeno tanpa semangat.

"Kau tidak bisa larut seperti ini. Semua itu masa lalu, ibumu sudah memaafkan semuanya"

"Aku sedang mencoba, paman. Aku belum bisa karena setiap aku melihat wanita itu perasaanku begitu sakit"

"Ayahmu berniat menikah, setelah mendapat restu darimu"

Donghae berlalu, membiarkan Jeno yang membeku. Benar, ayahnya akan menikah jika mendapat restunya. Jeno benci kenyataan bahwa ayahnya mencintai Boa. Bagaimanapun Jeno tidak bisa memaksa egonya yang justru tidak membuat ayahnya bahagia.

"Kau sedang apa disitu, Jeno?" Suara Junho mengintrupsi Jeno yang sejak tadi masih diam. "Jeno?"

"Ah... aku akan pulang ke ayah Chilhyun setelah ini. Ada pekerjaan bersama Jaemin" kata Jeno.

Junho sedikit lega. Biasanya jika Jeno melihat ia bersama Boa, anaknya itu akan bersikap dingin dan tidak mau bicara. Tapi perasaan yang lain berkata bahwa Jeno sedang marah dan memilih untuk menginap di rumah ayah tirinya.

"Baiklah. Mau makan malam dulu?"

"Aku sudah bilang ibu jika pulang, ibu sudah memasak banyak. Tak apa jika ayah makan malam berdua dengan paman?"

"Tentu, aku dan Donghae berencana makan di luar"

"Aku akan bersiap, maaf ayah"

Junho hanya tersenyum, membiarkan Jeno melangkah ke kamarnya untuk bersiap.

Tak ada yang tau di dalam kamar Jeno duduk bersandar di balik pintu. Rasa bersalah muncul begitu saja hanya karena menolak ajakan makan malam sang ayah. Ia jadi tidak bisa membayangkan selama ini ayahnya sendirian karena ia ikut bersama Sunghee. Apakah ini artinya Jeno harus membiarkan ayahnya menikah bersama Boa, karena Jeno sadar ayahnya mencintai wanita itu.

***

Jaehyun tak mengerti mengapa ia harus terjebak dengan Sooyoung di tempat ini. Tadinya Jaehyun menagih Sooyoung untuk menraktir, tapi justru Sooyoung mengajaknya untuk minum soju di kedai sederhana. Sebenarnya bukan itu yang Jaehyun masalahkan.

"Jung... Jaehyun... bodoh"

Jaehyun mendelik jengkel mendengar ocehan Sooyoung yang tidak jelas karena perempuan itu sudah mabuk setelah meminum lima botol soju.

"Kau membiarkan aku minum sendirian!" Racau Sooyoung sambil menunjuk Jaehyun tepat di depan wajahnya.

"Karena perutku masih sakit, bodoh. Aish..." Jaehyun menurunkan jari Sooyoung dari depan wajahnya.

"Kau jahat!"

"Sooyoung-ssi..."

"Kau jahat! Kau biarkan aku minum sendirian"

"Yak-"

"Percuma aku mengajakmu kemari jika aku masih merasa kesepian"

Niat Jaehyun untuk protes urung mendengar racauan Sooyoung. Perempuan itu menelungkupkan wajahnya ke lipatan tangan. Menangis tanpa sebab dengan cukup keras. Wajar bagi Jaehyun dengan keadaan Sooyoung yang sedang mabuk. Jaehyun tanpa sadar mengelus kepala Sooyoung membuat sang empu mengangkat kepalanya.

"Kau! Kenapa tiba-tiba baik?" Racau Sooyoung.

"Karena aku memang orang baik" sahut Jaehyun.

"Kau orang aneh, Jung Jaehyun. Kau menyebalkan tapi kau juga selalu menyenangkan hatiku dalam waktu bersamaan. Kau selalu membuat aku salah tingkah dengan sikap anehmu itu... Kau... memang... pria yang baik"

Sooyoung meletakkan kepalanya ke meja. Sudah akan menutup matanya namun masih terdengar racauannya yang seperti gumaman.

"Kau... pria yang sangat... baik. Aku menyukaimu"

*

*

*

Tbc

Maaf kalo ada salah nama, sebut, dan typo. Gak koreksi soalnya.
Btw juga maaf gak balas komentar satu satu, tapi aku seneng bgt dan selalu semangat baca komentar readersku tercinta.

Ok jangan lupa streaming NCT dan dukung debutnya æspa🥰

See you, hyung wkwk

Beautiful Time (YOU AND I) | Book II ⚠️ON HOLD⚠️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang