Fourty Two

605 60 4
                                    

Entah situasi apa yang menyebabkan Jeno jadi canggung dengan ayahnya sendiri. Seperti saat ini, Junho menemani Jeno di ruang rawatnya tanpa ada yang berbicara satu pun. Junho sibuk dengan ponselnya dan Jeno hanya memfokuskan diri dengan buku bacaan yang sengaja Chilhyun tinggalkan.

Syukurlah keheningan itu berakhir setelah Jaemin membuka pintu. Ia datang bersama Hina lalu memberi salam pada Junho.

"Hai" sapa Hina meletakkan kantung belanjanya di nakas sebelah Jeno. "Bagaimana keadaanmu?"

"Halo Hina, aku sudah cukup membaik. Mungkin besok atau lusa sudah boleh pulang" jawab Jeno.

"Kata siapa kau boleh pulang?" Sergah Jaemin.

"Ck, jangan mulai Jaem" dengus Jeno.

"Ayah keluar dulu" pamit Junho.

Jeno melirik sejenak kemudian mengangguk. Jaemin melihat ada yang berbeda dengan Jeno dan Junho, seperti ada jarak. Namun daripada membahas ini, Jaemin lebih memilih topik yang lain. Bagaimana pun Jaemin tidak mau terlalu ikut campur urusan ayah dan anak itu.

"Lami-" intrupsi Hina membuat Jeno dan Jaemin memusatkan atensinya. "Dia tidak tau kau sakit?" Tanya Hina pada Jeno.

"Mungkin tidak" jawab Jeno ragu.

"Kau tidak mengabari Lami?"

"Tidak, untuk apa?"

Jawaban Jeno justru membuat Jaemin dan Hina saling tatap. Jaemin menghela nafas, duduk di pinggiran ranjang dengan bersedekap dada. Ia kini menatap Jeno yang juga balik menatapnya seakan tidak akan terjadi sesuatu dengan keputusannya tidak mengabari Lami.

"Kau kenapa hyung?" Tanya Jaemin seakan mewakili berbagai pertanyaan di benaknya.

"Jaemin, Hina, untuk apa aku mengabari Lami? Aku bukan siapa-siapa untuk Lami. Begitupun sebaliknya. Jangankan Lami, keluargaku sendiri tidak ku beri tau aku sakit. Tidak ada alasan lain kenapa aku tetap diam" ujar Jeno.

"Aku benar-benar tidak tau jalan pikirmu. Kau yang bahkan membuat aku selesai dengan pikiran burukku di masa lalu. Dan sekarang malah kau yang seperti ini" balas Jaemin. "Aku yakin sakitmu ini karena kau benar-benar sedang memikirkan semuanya sendiri. Pertama, masalah ayahmu yang mungkin akan menikah. Kedua kau harus mengatasi pekerjaan yang begitu banyak juga membantuku dan Jaehyun hyung. Dan sekarang Lami. Baiklah, aku tau hubunganmu dan Lami bukanlah sesuatu yang spesial. Tapi rasanya tidak mungkin kalian tidak saling mengerti. Apa yang kau pikirkan hyung? Masih merasa tidak pantas?"

"Jaemin" Hina meraih tangan Jaemin dan menggenggamnya bermaksud meredakan emosinya.

"Baiklah jika memang itu keputusanmu, aku tidak bisa memaksamu untuk berbuat seperti yang aku pikirkan. Setidaknya beritau Lami agar dia juga tau bagaimana seharusnya dia bersikap padamu. Dan tolong berhenti berpikir kau tidak pantas. Demi Tuhan, aku bahkan Jaehyun hyung tidak pernah lepas dari rasa bersalah dengan apa yang terjadi padamu, hyung" Jaemin kembali menghela nafas. "Aku keluar sebentar, Hina temani Jeno dulu"

Hina hanya mengangguk setelahnya Jaemin meninggalkan Hina dan Jeno di ruang rawat. Hina tidak tau bagaimana perasaannya tentang Jeno. Ada perasaan kesal karena Jeno yang terlihat menghindar dari Lami namun di sisi lain hati kecil Hina sangat memahami bagaimana pola pikir Jeno.

"Jeno, kau pantas untuk siapapun yang mencintaimu. Dan kau pun tidak pernah salah jika mencintai seseorang" kata Hina.

"Aku melihat Lami bertemu seseorang dan ternyata orang itu menyukai Lami, bahkan menunjukkan bahwa dia sudah lama menginginkan Lami menjadi kekasihnya. Aku hanya tidak ingin kehadiranku membuat Lami tidak bisa bahagia dengan orang lain yang lebih sempurna" jelas Jeno.

Beautiful Time (YOU AND I) | Book II ⚠️ON HOLD⚠️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang