Jeno sudah berdiri di depan pintu unit rusun milik Lami. Sejak tadi ia ragu ingin mengetuk pintu. Walau sebenarnya ia bisa saja langsung masuk karena memiliki akses berupa kunci cadangan. Hanya Jeno dan Hina yang punya kunci itu.
Ragu memilih masuk atau tidak. Namun jika bukan hari ini, artinya Jeno harus mengulur lebih banyak waktu untuk bicara dengan Lami.
Di saat ia terdiam dan masih sibuk berpikir, tiba-tiba pintu terbuka. Baik Jeno dan Lami sama-sama terkejut. Hari ini sepertinya Lami tak pergi bekerja. Sudah siang namun yang terlihat ia hanya menggunakan pakaian santai dan hendak membuang sampah di dekat tangga.
"Sejak kapan kau di sini?" Lami membuka suara.
"Eung... 10 menit?" Jawab Jeno ragu. Padahal sebenarnya lebih dari itu.
Lami membuang sampah di dekat tangga. Lalu kembali menatap Jeno yang tak lagi bersuara.
"Ayo bicara di dalam. Ada yang ingin aku sampaikan" ajak Lami.
Kini keduanya sudah duduk di ruang tengah. Tangan Jeno menggenggam segelas air yang tadi ia minta dari Lami. Jujur saja ia merasa gugup dan canggung. Sudah berhari-hari mereka tak bertemu. Begitu pula dengan Lami. Ia bingung harus memulai pembicaraan.
"Sebenarnya aku datang kemari setelah persidangan" akhirnya Jeno membuka percakapan, keduanya saling menatap.
"Aku ragu ingin menemuimu. Setelah itu aku lihat Jaemin datang. Aku kira dia tau kau di sini, ternyata dia mengantar Hina. Aku jadi sedikit lebih tenang mengetahui kau tidak sendirian di sini" sambungnya.
Suasana kembali hening. Jelas Jeno maupun Lami sedang menata hati, menyiapkan keberanian untuk mengungkapkan isi hati mereka. Tentang kelanjutan hubungan mereka.
"Maaf aku mendiamkanmu terlalu lama" sesal Lami. "Banyak hal yang aku pertimbangkan"
"Aku paham. Itu bukan masalah"
"Aku sudah tau keputusan apa yang harus aku ambil untuk hubungan kita, Jeno"
***
Lami menggigit bibir bawahnya. Merasa gugup akan membuka pintu rumah orang tuanya. Sudah bisa ia pastikan bahwa dalam rumah itu pasti ada empat orang. Ayah ibunya bersama Taeyong dan Irene.
Lami menghela nafas lalu menengok ke belakang di mana Jeno sedang berdiri, membantunya membawa tas besar berisi pakaian. Jeno sendiri yang berinisiatif mengantar Lami pulang. Akhirnya dengan penuh keraguan Lami membuka pintu.
Pandangan Lami langsung tertuju pada seseorang yang sedang berdiri terdiam dengan vacum cleaner di tangannya. Taeyong membeku menatap kehadiran Lami yang tiba-tiba.
"Siapa nak?" Teriak Sooyeon yang bisa terdengar dari depan.
Merasa tak ada sahutan, Sooyeon keluar dari kamar bersama Kyunwoo. Irene pun keluar dari arah dapur. Mereka semua terdiam akan kedatangan Lami diikuti Jeno di belakangnya.
Bruk
Taeyong menjatuhkan diri di hadapan Lami. Wajahnya sudah memerah dan matanya berkaca-kaca. Namun tak sedikitpun ia mengangkat kepalanya untuk menatap sang adik yang kini menunduk melihatnya.
"Aku salah, Lami. Aku berdosa. Maafkan aku tidak menjadi kakak seperti yang kau impikan. Aku tak sebaik Minhyung. Aku bahkan ragu apakah kau masih menganggapku saudara"
Masih tak ada balasan dari Lami. Taeyong masih berlutut, kedua tangannya meremat celananya. Taeyong menahan tangis. Merasa tak pantas menangis karena tak akan merubah apapun. Tangisannya pun tak akan menebus dosa besar yang telah dia lakukan karena hampir menghilangkan tiga nyawa sekaligus.
KAMU SEDANG MEMBACA
Beautiful Time (YOU AND I) | Book II ⚠️ON HOLD⚠️
FanficTidak ada yang bisa menebak takdir kehidupan. Semua ingin menjalani tanpa beban dan penuh keberkahan. Tapi apakah Tuhan memberikan secara cuma-cuma? Before and After of CRASH