Fifty

422 54 9
                                    

Lami berjalan tidak semangat menuju rumahnya. Tadi ia ingin diantarkan ke butik saja setelah keluar bersama Jeno. Baru saja tadi saat berada di bus, ia mendapatkan telfon dari seseorang bernama Lee Taemin. Tentu saja Lami mengenal orang itu yang ia dengar sebagai pengacara Taeyong.

Kim Taeyong akan segera bebas. Iya, itulah yang Lami tau. Kakaknya memiliki kesempatan untuk segera bebas denga keringanan hukuman yang kemungkinan bisa didapatkan. Lami tak banyak menjawab saat Lee Taemin terus berbicara membahas Taeyong. Bahkan Lami menutup secara sepihak.

Air matanya juga sempat menetes saat mendengar kabar itu. Apakah ia harus senang atau tidak. Jika boleh jujur Lami merindukan sosok sang kakak, namun Lami juga kecewa karena dimatanya Taeyong adalah monster yang menakutkan.

Dengan langkah gontai Lami sudah hampir sampai di rumahnya. Dari kejauhan nampak seorang perempuan tengah berdiri seperti sedang menunggu Lami. Namun Lami tidak menyadari itu karena ia terus saja menunduk.

"Ya! Kim Lami!" Panggilnya saat Lami sudah dekat.

"Hina"

Grep

Lami memeluk sahabatnya dan menangis. Menumpahkan semua air mata dan rasa sesak di bahu Hina. Hina yang bingung hanya balas memeluk Lami. Tak lama tangis Lami mereda. Hina menepuk pelan punggung Lami berusaha memberikan ketenangan.

"Ada apa? Kau bertengkar dengan Jeno?" Tanya Hina.

Lami melepaskan pelukannya pada Hina. Ia lantas mengangguk pelan.

"Kenapa?" Tanya Hina lagi.

"Aku tidak yakin. Sesuatu terjadi pada Jeno saat dia keluar bersamaku tadi." Jawab Lami.

Lami mengajak Hina duduk di taman dekat rumahnya. Hanya ada mereka berdua sehingga Lami nyaman untuk bercerita. Ia menceritakan semuanya pada Hina hingga perasaannya sedikit lega. Setidaknya ada seseorang yang berada di sampingnya dan mau mendengarnya.

"Maaf Hina, kau baru saja sampai tapi aku sudah membebanimu." Ucap Lami.

"Bicara apa kau? Kita ini saudara kan?" Balas Hina sembari merangkul tangan Lami membuat keduanya tersenyum manis.

"Oh, kau sudah bertemu Jaemin?"

"Belum. Aku bilang hari ini ingin menemuimu. Jadi besok saja bertemu dengan dia"

"Dia tidak marah?"

"Ei, dia tidak akan marah padaku. Kau tau kan?"

Lami mendecih lalu tertawa. Jaemin dan Hina memang seperti perangko jika sudah melekat tidak bisa dilepaskan.

***

"Jaemin"

"Eoh, hyung? Kenapa kesini? Disini dingin."

Jeno memilih duduk di samping Jaemin. Sedikit menggosok hidungnya yang memerah karena hawa dingin. Jeno merangkul pundak Jaemin sembari merapatkan jaketnya.

"Kau yang tidak tahan dingin, bukan aku." Kata Jeno membuat Jaemin tertawa singkat. "Jaem, aku tadi pergi bersama Lami."

"Iya aku tau, ibu bilang kau mencari kain untuk gaun pesta orang tuamu." Balas Jaemin membuat Jeno bergidik ngeri, dia akan punya orang tua baru.

"Dan aku- membuat Lami menangis lagi."

Kali ini Jaemin yang bergidik ngeri. Lagi dan lagi, kakak dan sahabatnya harus mengalami hal seperti ini. Tak ingin banyak berkomentar, Jaemin lebih memilih diam dan mendengar penjelasan Jeno dulu.

"Sesuatu tidak menyenangkan terjadi padaku tadi. Kau tau maksudku kan? Bagaimana ketika kesan pertama orang melihatku?" Kata Jeno dibalas anggukan oleh Jaemin. "Lami marah dan aku menghalangi dia. Dia tidak terima dengan apa yang terjadi padaku. Jujur, aku merasa trauma ketika Lami marah pada seseorang."

Beautiful Time (YOU AND I) | Book II ⚠️ON HOLD⚠️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang