Sixty Five

192 37 4
                                    

⚠️DISCLAIMER⚠️
Aku bukan orang hukum. Jadi mungkin alur cerita yang berhubungan dengan hukum di sini asal-asalan, aku minta maaf ya teman-teman.

Happy reading.
Minta komen ehe.

*

*

*

Tak ada yang tau ada satu orang duduk di luar ruang persidangan. Ia baru saja datang ketika semua sudah memasuki ruang. Lami duduk mengeratkan genggaman pada pakaiannya. Pagi ini ia sengaja menonaktifkan ponsel. Hanya tak ingin dihubungi oleh siapapun.

Sejak tadi ia ingin masuk ke ruang persidangan. Namun tangannya terus bergetar tatkala bersentuhan dengan knop pintu. Matanya tak henti dan berulang kali meneteskan air mata. Hingga isakan kecil terdengar menyakitkan. Lami menutup wajahnya dengan kedua tangan. Perasaannya terombang-ambing dan begitu sakit.

"Kau sendiri yang menciptkan rasa sakit ini, Lami. Sekarang terima karmanya"

Sudah sejak beberapa hari Lami sudah meruntuki dirinya sendiri dengan kata-kata itu. Ia merasa semua yang terjadi padanya adalah hasil dari kejahatannya sendiri. Karma yang Tuhan berikan atas apa yang telah dilakukannya kepada Jaemin.

Dia membuang jauh Jaemin yang ia sendiri tau bahwa temannya itu mencintai dirinya. Ia membenci Jaemin dengan ganasnya atas kesalahan yang tak masuk akal. Bukan Jaemin yang menyebabkan Minhyung meninggal. Seberapa besar dan dalam luka yang Lami torehkan pada Jaemin dulu. Dan kini ia harus merasakan itu.

Hubungannya dengan Jeno yang juga berada di ujung tanduk. Sepertinya tak akan mudah bahkan tak ada kesempatan untuk dirinya dan Jeno bersama. Sekalipun Lami dan Jeno sama-sama saling mencintai.

***

Semua mata tertuju pada pintu samping ruang persidangan. Kawalan polisi membawa seseorang yang tengah menunduk dalam masuk ke ruang persidangan. Kim Taeyong tak berani menatap siapapun yang hadir. Dan untuk pertama kalinya keluarga Jung kembali melihat wajah itu.

Jaehyun yang duduk bersebrangan dengan meja tim kuasa hukum terdakwa masih tak melepaskan tatapannya dari Taeyong. Lelaki itu tak sedikitpun mengangkat kepalanya. Lantas Jaehyun beralih pada deretan kursi paling depan para pembela Kim Taeyong. Orang tua Taeyong saling mengeratkan genggaman, sedangkan Irene menautkan kedua tangannya sambil menatap Taeyong penuh harap.

"Irene noona berkata jujur. Kau berubah, hyung"

Jaehyun membatin. Hingga ia tersadar karena tepukan Boa pada pundaknya. Jaehyun kembali memusatkan fokusnya. Persidangan dimulai.

***

Sudah satu jam lebih mereka semua tertahan dalam ruang ini. Meski lebar dan tak penuh, tetap saja rasanya begitu sesak dan mencekam.

Jeno melirik ayah dan ibu tirinya di meja samping. Junho melepas kacamata, menyandarkan tubuhnya dengan nyaman di kursi. Begitu pula Boa yang duduk bersandar dengan tangan yang menyangga kepalanya di pegangan kursi.

Jeno tau ayah dan ibu tirinya masuk dalam jajaran pengacara hebat di Seoul. Tapi melihat bagaimana orang tuanya itu di meja persidangan, Jeno bisa menilai tak ada hal berarti yang sedang diusahakan. Semuanya nampak berpasrah.

"Berdasarkan bukti dan data yang diberikan oleh pengaca terdakwa, bahwa salah satu korban dengan cedera berat sebelumnya sudah sakit"

Jeno mendongak mendengar ucapan jaksa. Ia sudah memasang alat bantu dengarnya sejak persidangan dimulai. Semua mata tertuju padanya. Jeno hanya menatap Junho dan pria itu nampak khawatir.

Beautiful Time (YOU AND I) | Book II ⚠️ON HOLD⚠️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang