Fifty Nine

236 34 5
                                    

Taeyong menunduk tatkala para petugas membawanya ke sebuah ruangan dengan sekat kaca, tempat biasanya para tahanan menerima tamu. Taeyong kira seperti biasa. Siapa yang rela datang kemari menjenguknya selain orang tua juga Taemin.

Begitu sampai dalam ruang, seseorang yang tadi menunggu Taeyong berdiri. Menutup mulutnya meredam tangis. Tak menyangka akan berakhir seperti ini.

"Taeyong..."

Si pemilik nama mendongak mendengar panggilan itu. Ia juga dibuat terkejut dengan siapa yang datang menemuinya.

"Irene..."

Air mata keduanya lolos begitu saja. Seperti melepas rasa rindu. Taeyong bergegas mendekat pada sekat kaca. Tangannya yang terpasang borgol mengusap kaca itu seakan ingin meraih Irene.

"Irene, maaf" sesal Taeyong yang semakin terisak. "Maaf aku membuatmu semakin menderita. Aku mencintaimu, bahkan tak berubah hingga saat ini. Tapi aku tak memberikan kebahagiaan. Aku justru menorehkan luka yang begitu dalam padamu. Aku minta maaf"

Irene sadar hubungan mereka bukanlah hubungan yang baru terjalin selama sebulan atau dua bulan. Hubungan mereka berjalan sangat jauh dari itu.

"Aku akan menunggumu, entah sampai berapa lama. Aku tetap menunggumu" ucap Irene.

Taeyong menghentikan tangisnya. Ia menatap tak percaya perempuan di depannya yang juga berlinang air mata. Sudah terlalu banyak rasa sakit yang Taeyong berikan pada Irene namun perempuan itu masih memutuskan untuk menunggunya.

Rasa sakit dan bersalah Taeyong semakin besar. Kenapa justru masih ada yang mau membantunya, seperti Taemin. Juga kenapa Irene masih memutuskan untuk menunggunya. Setelah dosa besar yang dia lakukan, ini justru menjadi ujian terberatnya. Jika nanti ia harus kembali ke tengah orang-orang yang sudah ia sakiti.

"Jangan menungguku lagi, Irene. Pergilah, hiduplah dengan baik" kata Taeyong.

"Kita tak akan pernah merasakan itu setelah ini, Taeyong. Aku justru ingin menunggumu dan kita pergi jauh dari sini. Kita hidup bersama, jauh dari orang-orang yang pernah kita lukai" balas Irene.

"Tidak, kau tak pernah menyakiti siapapun. Hanya aku yang melakukan itu. Maka jangan tunggu aku, Irene. Daripada menunggu kebebasanku dari tempat ini, aku lebih menunggu kematianku"

"Taeyong, aku mohon bertahan. Jangan berpikir seperti itu" Irene semakin terisak. "Jika memang kau tak punya alasan untuk bertahan, ingatlah aku yang menunggumu. Aku mau pergi kemanapun kau membawaku. Sebagai penebusan dosa kita"

"Aku tak bisa membawamu semakin jauh, Irene. Pergilah"

"Waktu habis!"

Irene menggeleng pelan menanggapi ucapan Taeyong yang terakhir. Kini dua petugas datang membawa Taeyong pergi. Lelaki itu menurut tanpa perlawanan. Sedangkan Irene berjongkok sambil terisak. Ia membekap mulutnya sendiri untuk meredam tangisnya.

***

Akhir-akhir ini Jaehyun, Jeno, dan Jaemin lebih banyak menghabiskan waktu bersama di kantor. Untuk pekerjaan mereka, bukan untuk yang lain. Profesionalitas ketiganya mampu membius para staff lain. Tak pernah Jeno dan Jaemin salah memanggil Jaehyun ketika sedang bekerja. Presdir Jung, bukan yang lain. Kecuali ketika istirahat makan siang.

Pun Jaehyun yang tak segan memarahi apabila Jeno dan Jaemin membuat kesalahan. Mereka benar-benar bekerja sesuai dengan bagian mereka. Termasuk Jungwoo dan Sooyoung.

Bahkan para staff mulai berbicara, meragukan status Sooyoung dan presdir mereka. Kedua orang itu bekerja terlampau profesional. Jarang sekali terlihat mesra. Ya, karena mereka tak tau saat Jaehyun dan Sooyoung sedang berdua. Bagaimanapun mereka manusia biasa yang sedang dimabuk cinta.

Beautiful Time (YOU AND I) | Book II ⚠️ON HOLD⚠️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang