Sixty Four

226 43 2
                                    

Jaehyun bersedekap dada di pintu studio. Kedua adiknya sedang bekerja. Jaemin sibuk memotret dan Jeno yang mengontrol penataan studio dan lain sebagainya.

Setelah Jaemin selesai dengan satu model, ada jeda beberapa menit. Dia menghampiri kakak sulungnya sambil tersenyum lebar. Jaehyun pun membalas senyuman itu membuat dimplenya terlihat jelas. Beberapa staf di sana pun dibuat terpanah. Jarang-jarang melihat Jaehyun tersenyum lebar.

"Kerja bagus!" Tangan Jaehyun bergerak mengacak rambut Jaemin.

"Presdir, jangan begini" protes Jaemin.

Jaehyun kembali tertawa pelan. Ia lupa jika sedang bekerja. Lalu tatapannya beralih pada Jeno yang masih sibuk di sudut lain.

"Tak pernah melihat dia dengan Lami. Kau tau kenapa?" Tanya Jaehyun tanpa basa-basi.

Jaemin ikut menatap Jeno sejenak, kemudian kembali pada Jaehyun. Sebenarnya ia ragu untuk menjawab. Tapi melihat ekspresi Jaehyun yang perpaduan khawatir sekaligus penasaran membuat Jaemin menghela nafas.

"Mereka sedang merenungkan kelanjutan hubungannya. Jeno dan Lami sama-sama ragu dengan alasan mereka sendiri" jelas Jaemin.

"Eh? Kenapa bisa?"

"Aku yakin kau pasti paham, hyung"

Jaehyun lalu mengangguk. Sudah pasti ini berhubungan dengan Kim Taeyong. Jaehyun jadi ingat Irene tak bisa dihubungi sejak saat itu. Jaehyun tau Irene menghindar darinya juga keluarga Jung yang lain.

Waktu persidangan semakin dekat. Tak ada lagi yang Jaehyun siapkan selain mentalnya. Semua sudah ditangani oleh Junho juga Boa. Ia hanya menunggu hasil akhir dari persidangan.

"Jangan melamun" tegur Jaemin membuat Jaehyun kembali tersadar. "Aku tinggal dulu"

Jaehyun tersenyum tipis dan mengangguk. Kembali memperhatikan kedua adiknya yang bekerja. Jaehyun merapal doa dalam hati. Berharap keluarganya akan selalu baik-baik saja dan bahagia. Meski banyak hal yang harus dilalui.

***

"Akhirnya bertemu juga"

"Kau yang sibuk!"

"Kau juga tak pernah pulang dari rumah sakit kan?"

Jeno dan Jaemin terkikik geli melihat perdebatan Renjun dan Haechan. Sudah lama mereka berempat tidak berkumpul. Moment seperti ini yang mereka rindukan. Ah tidak, bukan mereka. Tapi Jeno dan Jaemin rindu melihat Haechan dan Renjun beradu argumen.

"Bagaimana di Jeju?" Tanya Jaemin.

"Menyenangkan. Kau tau kan itu juga tempat masa kecilku dulu" jawab Haechan sembari menyesap minumannya.

Haechan sudah menjadi seorang arsitek. Dan baru saja pulang dari perjalanan dinas selama beberapa minggu di Jeju untuk mengerjakan suatu proyek.

"Padahal di Seoul kau dapat proyek besar" gerutu Renjun.

"Ck, kau bahas itu lagi. Hanya selisih 2,5% keuntungan. Kau jangan membuatku menyesal menerima proyek ini. Lagi pula aku menerimanya karena berada di Jeju. Sekalian aku ingin bernostalgia"

"Ya tetap saja keuntungan di Seoul lebih banyak"

"Astaga Huang Renjun, otakmu berisi keuntungan saja"

"Hei, berpikir realistis. Kau bekerja untuk apa jika bukan untuk memperkaya diri?"

Tawa Jeno dan Jaemin meledak. Bahkan Jaemin memukul-mukul meja secara pelan. Perdebatan Renjun dan Haechan benar-benar menghibur mereka. Sedangankan yang berdebat tak peduli dengan teman mereka yang sibuk tertawa.

Beautiful Time (YOU AND I) | Book II ⚠️ON HOLD⚠️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang