RATU

24.3K 1K 8
                                    

16.00, Pelataran Masjidil Haram

Setelah beberapa jam telah berlalu, kini keduanya sedang berada di pelataran masjidil haram karena keduanya baru saja membeli oleh-oleh

"Syukron, karena sudah menemani saya umroh" ucap Gus Fatih dengan menolehkan kepalanya ke arah Alya

"Afwan, Gus"

"Alya, Kamu tau nggak doa apa yang paling banyak saya panjatkan ke Allah?" tanya Gus Fatih dan Alya pun menggelengkan pelan kepalanya

"Mau tau?" tawar Gus Fatih

"Aslinya nggak sih, tapi berhubung Gus nya maksa jadi yaudah"

"Saya nggak maksa kamu, Alya. Kalo kamu nggak mau tau yaudah" cetus Gus Fatih

"Ihhh... Mau. Alya mau tau!" seru Alya

"Nggak jadi"

"Ihh.. Gus, kasih tau!"

"Kalo gini siapa yang maksa?" tanya Gus Fatih dengan menaikan satu alisnya

"Ya... Salah Gus Fatih sendiri, tadi pake nawarin Alya mau tau apa nggak, giliran Alya mau dengerin malah nggak jadi. Alya kan jadi kepo" jelas Alya dengan berbagai alibinya

"Iya saya tau kamu penulis, kerjaannya ngarang. Tapi kalo ngarang lihat-lihat orang nya dulu"

"Kenapa bawa-bawa aku seorang penulis?"

"Saya nggak bawa-bawa, saya cuma ngomong"

"Ya, sama aja!"

"Tapi kalo kamu mau ngarang kisah kita gapapa, sih"

"Dih, ngarep"

"Yaudah kalo kamu nggak mau, besok-besok saya saja yang nulis cerita kisah kita"

"Boleh aja, tapi kasih tau dulu doa Gus nya yang disini"

"Yakin mau tau doa nya?" tanya Gus Fatih dan Alya pun menganggukkan kepalanya

Melihat itu Gus Fatih pun mendekatkan wajahnya ke wajah Alya yang setengah tertutup cadar itu

"Di hari ini, saya berdoa ke Allah, supaya Allah meluluhkan hati perempuan yang saat ini duduk sama saya, yang saat ini sedang menghadap kiblat sama saya... Saya juga minta secepatnya perempuan yang kini wajahnya sedang saya tatap, bisa lupa dan mengikhlaskan masa lalunya" ucap Gus Fatih

"Kalo Alya masih tetap mengagumi masa lalu, Alya?"

"Sekagum-kagumnya kamu sama masa lalu kamu, kalo yang tertulis di Lauhul Mahfudz-Mu itu saya, masa lalu kamu bisa apa?"

Skak! Lidah Alya langsung terasa kelu akan jawaban mantap dari suaminya, hingga beberapa detik kemudian Gus Fatih mulai mengajukan pertanyaan untuknya

"Sekarang saya tanya sama kamu, apakah kamu siap untuk melupakan masa lalu kamu?"

"Kulo siap, Gus" jawab Alya dengan mantap karena di hatinya kini sudah membukakan pintu kecil untuk Gus Fatih masuk kedalam hatinya

"Kulo juga siap jadi Sayyidah Khadijah nya jenengan buat nemenin dakwah kemana-mana, kulo siap jadi Sayyidah Fatimah yang baik untuk Sayyidina Ali meskipun kulo nggak sebaik Sayyidah Fatimah, kulo siap dados Sayyidah Aisyah yang tumbuh rasa cinta sakmantune akad, kulo ugi siap dados Siti hajar e jenengan"

Cup! Gus Fatih sontak mencium kening Alya dengan lamat dengan mata terpejam

"Sudah, ayo kita kembali ke hotel, siap-siap packing kita pulang. Kamu nggak capek banget, kan?" tanya Gus Fatih dengan melepaskan ciumannya

"Nggak kok, Gus"

"Ayo" ajak Gus Fatih dengan mengulurkan tangannya ke Alya, dan Alya pun menerima uluran tangan itu dengan senang hati

EL-FATIH (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang