Hari silih berganti, namun Alya masih belum benar-benar rela akan kepergian suaminya
Alya kini menuruni tangga dengan gontai, pandangannya kosong, dan mimik wajahnya tak pernah berubah, wajah itu terlihat begitu sedih dibalik cadar hitamnya. semenjak kepergian Gus Fatih dirinya tak pernah sekalipun menunjukkan keceriaan di wajahnya
Hidupnya bagaikan dunia yang mati saat ini, ia tak memiliki tujuan lagi, setiap hari ia selalu diam dan hanya bicara seperlunya saja
"Nduk, mau kemana, nak?" tanya sang Jiddah saat ia melihat Alya hendak keluar
Wanita hamil besar itu pun menoleh dan menatap sang empu dengan tatapan sayu "Mau pulang ke mansion, Jiddah" lirih wanita dengan outfit hitam nya dari atas hingga bawah itu
"Mbak, kamu temani Ning Alya, ya?" titah Jiddah Halimah kepada salah satu santriwati nya
"Nggih, Nyai"
Alya mencium tangan sang Jiddah untuk berpamitan setelah itu pergi "tidak perlu, Alya ingin sendiri. Assalamualaikum"
Wanita bercadar itu keluar ndalem dengan mata kosong, bahkan semua santri disana pun juga kasihan melihat keadaan Ning nya saat ini
"Aku kalo jadi Ning Alya kayaknya ikut mati deh" bisik santriwati A
"Kamu setres apa gimana? trus gimana sama Gus Fatih junior? mereka nggak salah apa-apa" sahut santriwati B
"Kalian gak usah heran lah kalo Ning Alya keadaannya seperti ini, Gus Fatih aja sempurna banget dimata kita yang cuma santriwati nya, apalagi Gus Fatih dimata Ning Alya" ujar santriwati C
"Andai kalo Ning Alya mau curhat ke aku, pasti aku dengerin walau bertahun tahun lamanya . Ingat dulu beliau pernah dengerin aku curhat tentang masalah aku, beliau adalah pendengar yang baik dan cantik luar dalam" bisik santriwati A dari sisi lain
"Beliau memang cantik, dulu waktu wisuda beliau belum pakai cadar saja banyak yang kagum sama beliau, bahkan suamiku juga kagum" sahut santriwati B
"Siapa suamimu?" tanya santriwati C
"Gus Kafka" jawab santriwati B
"Asstaghfirullahaladzim, kalian ini masih sempet sempatnya gibahin masalalu.. Lagian kenapa dipermasalahkan lagi sih, toh Ning Alya kan nikahnya sama Gus Fatih bukan Gus Kafka" tegur santriwati A
"Afwan" ucap santriwati B dan C
"Lihat mata beliau, mata yang dulu senantiasa sipit karena tertawa, sekarang mata indah itu tak pernah sekalipun untuk sipit dalam sedetik.. Sejak kepergian Gus Fatih mata indah beliau selalu basah, tatapannya selalu sayu dan kosong" ujar santriwati A
Bisikan para santriwati itu terdengar jelas ditelinga Alya, namun ia tetap berjalan dengan
"Gus Fatih berhasil buat wanita yang ku kagumi beberapa tahun ini sedih atas kepergiannya" lirih santriwan A penjaga gerbang
"Gus Fatih pemenangnya, Kang" sahut santriwan B
"Gadhul Bashar ... Tetap hormati beliau meski Gus Fatih sudah tak mendampinginya lagi" peringat santriwan C
"Pernikahan Gus Fatih sama Ning Alya kan belum bertahun-tahun, tapi kenapa Ning Alya kayak sedih banget ya? padahal kan beliau bisa cari pengganti Gus Fatih" bisik santriwan D
Mendengar itu mata Alya yang tadinya sayu kini mendadak tajam, terdapat kobaran api didalamnya dan badan yang tadinya lemas kini didalamnya mulai memanas. Alya menyerongkan badannya menghadap keempat santriwan penjaga gerbang itu dan mengatakan
KAMU SEDANG MEMBACA
EL-FATIH (END)
Fiksi Remajaبِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ ANAK NYA NADHIELFATHAN