47

572 74 13
                                    

ramein, kalo rame mau update cepet wkwk

-




Bagi Livia, kabar bahwa Andin-chair matenya setelah Diandra pergi-jatuh sakit adalah salah satu dari kesialannya pagi ini.

Bukan karena masalah ia yang kesepian karena bangku sampingnya kosong, ah bahkan Liv tidak terlalu akrab dengan gadis itu. Melainkan, peluang apa yang akan terjadi saat kursi sebelahnya itu kosong.

"Gak capek belajar terus?"

Nah, ini yang Livia maksud.

"Selain bangunan, kursi juga kalo kosong bentar langsung diisi demit ya?"

Jleb!

Agarish yang mendengar itu tampak menyentuh dadanya dengan ekspresi dramatis. Tampaknya, Agarish memang sudah kembali ke setelan awalnya.

"Selain kaki, lidah lo juga gampang keseleo, ya?" timpalnya. "Jahat amat gue yang cakep begini disebut dedemit."

Selain masakan buatan Bunda Sera, Agarish juga rutin sarapan dengan ucapan sinis Livia selama minggu ini. Tapi tak masalah, karena ia tahu ini yang harusnya ditanggungnya setelah mengecewakan gadis itu berkali-kali. Dan tanpa rasa kapok, ia juga rela memohon-mohon untuk memperbaiki semuanya meski respon yang didapat biasanya hanya delikan tajam.

Tampaknya, gadis itu memang mengukuhkan niat untuk menjauhinya.

Bahkan, tahu-tahu Livia telah mendaftar di salah satu tempat bimbel dam menyibukkan dirinya dengan belajar.

"Lo sengaja ya, ikut bimbel biar bisa jauhin gue?"

Lagi-lagi delikan sinis Agarish dapat dari Livia yang tengah berkutat dengan buku besarnya. Astaga, bahkan ini masih pagi. Jam pelajaran di sekolah pun belum dimulai, tapi gadis itu sudah sibuk sendiri dengan bukunya.

"Bisa gak turunin dikit sifat kepedean lo itu?"

"Gak bisa, kalo gue gak pede, gimana caranya gue ngejar lo?"

Livia tertawa sumbang mendengar itu. "Lo tuh gak tahu diri banget ya?" ujarnya tajam.

"Liv astaga." Agarish menjambak rambutnya sendiri karena frustasi. "Gue bisa jelasin semuanya nan-"

"Ga," sela Livia. "Lo tahu? Gue paling gak suka dibohongin. Gue tahu gue tolol karena bisa-bisanya selalu maklumin itu. Tapi buat kali ini enggak. Kenapa lo baru mau jelasin sekarang disaat gue udah tenggelam dalam kebohongan yang lo ciptakan selama ini?"

Benar.

Livia benar.

Siapa yang tidak marah jika terus-menerus dibohongi?

Jadi inilah imbas dari perbuatannya. Sekalipun alasan dibalik kebohongannya bukan hal yang buruk, tapi kebohongan adalah racun yang dapat menghancurkan kepercayaan seseorang.

Dan lagi-lagi, ia sadar telah kehilangan kepercayaan gadis itu.

"Maaf." Lagi-lagi hanya itu yang bisa keluar dari mulutnya. "Tapi seenggaknya, tolong kasih gue waktu sebentar. Ada yang mesti gue cari tau buat mastiin semuanya."

"Kasih waktu sebentar? Gue bahkan rela kasih semua waktu berharga gue berbulan-bulan cuman buat nungguin lo," sarkas nya. "Tapi itu dulu, sih. Sekarang gak akan ada lagi yang kayak gitu."

"Liv," Agarish mendesah kecewa. "Sebenernya waktu itu Lula-"

"Lula lagi Lula lagi." Livia merotasikan bola matanya. "Sadar, Ga. Dia ceweknya temen lo, si Ezra."

Agarish menelan ludahnya.

"Lagian lo gak denger apa? Gue udah gak peduliin hal itu. Mau lo sama cewek yang mana kek, gue gak peduli. Tapi please lah, lo gak malu apa rebut cewek yang lagi deket sama temen lo sendiri?" Itu adalah hal yang dikatakan Livia sebelum menutup buku karena matanya menangkap eksistensi seorang guru yang memasuki kelas. Pelajaran akan segera dimulai.

BE WITH ME | wolfiebear [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang