-
Alis hitam Livia terpaut bingung melihat teks di layar ponselnya. Cewek itu mengingat-ingat kembali perihal 'kemaren' yang cowok itu maksud. Dan itu tak berselang lama setelah Livia ingat cowok yang mengobrol dengannya di tempat futsal kemarin.
Ia mengangguk faham dan berniat akan mengetikkan jawaban sebelum suara seseorang membuatnya terperanjat dan refleks mematikan layar ponsel, mengurungkan niatnya.
"Liv," panggilan itu membuat Livia mengangkat kepalanya, menemukan eksistensi seorang cowok dengan sebuah gelas di genggaman tangannya. Cowok itu terkekeh lalu duduk di sebelahnya. "Kenapa sih? Kayak kaget gitu.""A-ah ... gapapa kok," jawabnya yang entah kenapa sedikit gelagapan.
Menarik sudut bibirnya, Agarish menyondorkan minuman yang tadi ia bawa ke hadapan Livia. "Minum dulu."
"Thanks." Livia tersenyum menampakkan gigi rapinya lalu meraih gelas itu untuk meneguknya. Karena jujur saja, tenggorokannya terasa sangat kering di tengah panasnya cuaca hari ini. Apalagi Liv baru pulang sekolah dan langsung cabut ke rumah Agarish guna mengambil kotak pensilnya yang tertinggal saat kerja kelompok.
"Tunggu bentar ya, nyokap gue yang nyimpen kotak pensil lo. Gue gak tahu dimana," jelas Agarish. Dia sendiri juga bingung Bundanya itu lagi dimana, mengingat saat pulang sekolah tadi rumahnya kosong melompong tanpa ada tanda kehidupan.
"Santai lah," sahut Livia sambil membenarkan posisi duduknya.
Mereka kemudian memfokuskan pandangannya ke depan, tepatnya ke arah layar televisi yang sempat Agarish nyalakan tadi. Terpampang tayangan kartun anak-anak bersepeda dengan aksi heroiknya melawan para penjahat kota bersama Polisi.
"Anjir," celetuk Agarish saat melihat adegan seorang anak yang menendang penjahat berbadan besar hingga tumbang tak berdaya. Sementara si polisi berkumis malah bersembunyi dan membiarkan anak kecil itu melawannya. "Wah parah nih polisi, harusnya dipecat aja gak sih dia?" lanjutnya.
Liv terbahak mendengarnya, apalagi saat mereka melihat si polisi berhasil memborgol dengan bangganya setelah si penjahat dikalahkan oleh anak kecil.
"Si anjir," umpat Agarish sampai geleng-geleng kepala.
"Udah-udah, jangan dihujat," ujar Livia yang membuat mereka terbahak bersama.
Tapi tiba-tiba saja pintu utama terbuka dan terdengar suara langkah kaki mendekat. Setelah itu muncul lah tante Tessa dengan anak kecil berjalan di sampingnya yang Livia tebak bernama Cakra, bocah yang tinggal di depan rumah ini, yang sempat Aga ceritakan dulu.
"Eh ada Livia," sapa perempuan itu mendekat.
"Hai, Tante," sahut Livia ramah. Matanya kemudian tak sengaja melihat anak itu dan bertanya, "lho kenapa nangis?"
KAMU SEDANG MEMBACA
BE WITH ME | wolfiebear [END]
أدب الهواةDua orang yang tiba-tiba dekat, padahal gak akrab dan gak pernah ngobrol selama sekelas. ft. 04L & 05L