nine;

1.2K 141 18
                                    

-

Suara ban motor yang berderit mengalihkan atensi beberapa orang yang sebelumnya asik bercengkrama. Agarish—si pelaku, dengan santainya menurunkan standar motor kemudian mulai melangkah menghampiri kumpulan sohibnya di sebuah meja berbentuk persegi panjang.

"Oy darimana aja lo!" sambut Rafa dengan nada akrab sambil mengangkat kepalan tangan, mengajak tos.

"Ada aja kagak kemana-mana, Bang," jawab cowok itu sambil menyambut kepalan tangan Rafa. Ngomong-ngomong Rafa ini kakak kelasnya di sekolah, makanya Aga memanggilnya dengan embel-embel 'Bang'. Dan kayaknya setengah dari orang-orang di meja ini emang kakak kelasnya deh.

Setelah selesai tos dan saling sapa ala cowok dengan orang-orang di sana, Agarish mulai duduk bergabung tepat di samping Ezra.

Lagi-lagi Ezra dan Athar, emang bener kata orang, dimana ada Aga pasti ada Athari sama Ezra. Yang mau gimana lagi, orang lingkup pertemanan mereka masih orang-orang yang sama.

Ngomong-ngomong ceritanya mereka lagi nongkrong di cafe-nya Bang Jiwa yang masih alumnus dari sekolah mereka.

Nama cafenya Soulcafé yang yah masih bisa ditebak lah ya maknanya apa, atau memang gak ada maknanya sama sekali, soalnya itu hanya translate dari nama si pemilik.

"Woy, Ga!" panjang umur, Bang Jiwa menghampiri meja mereka yang berada di outdoor sambil berseru menyapa Agarish yang memang sudah akrab.

"Oit."

"Ice Americano?" tebak cowok itu menyebutkan salah satu menu yang memang menjadi minuman andalan Agarish.

"Wah tauan aja lo, Bang. Satu ye."

"Siap! Ada yang mau nambah lagi gak barudak?"

"Kagak bang masi penuh ni kopi gua," jawab mereka.

"Yoweslah," ujar pemuda yang sebenarnya masih duduk di bangku kuliah itu sambil kembali memasuki pantry.

Agarish salut sih sama Bang Jiwa, masih kuliah tapi udah punya usaha sendiri. Mana semua hasil rintisan dia sendiri lagi. Sampai sekarang pun cafenya makin maju dan berhasil mempekerjakan teman-temannya yang butuh pekerjaan part time.

"Sebat gak lo?" tawar Athar, tangannya menyondorkan kotak roko, sementara jari di tangan satunya lagi mengapit benda yang mengandung nikotin itu sambil sesekali mendekatkan benda itu ke bibir guna menghisapnya.

Tanpa ragu Agarish menyomot satu batang dari kotak. "Pinjem korek dong, oy."

"Nih!" sebuah korek melayang dari arah sebrang, refleks tangan cowok itu menangkap dan langsung menyulut batang rokoknya yang sudah nangkring di bibir. "Thanks, Bang."

Yah, jujur saja sih Agarish bukan cowok baik-baik yang tidak pernah menyentuh rokok. Dia hanya anak remaja pada umumnya yang bergaul dengan sesamanya. Untung ayahnya juga tidak pernah mempermasalahkan selama putranya itu tidak menyentuh barang haram seperti narkoba dan tentu juga melarang keras pergaulan bebas.

"Iya, adek kelas. Tapi gileee badannya coy, beuhhh mantap betul!" seru Dori yang masih temannya Rafa.

Sampah.

Agarish menghisap rokoknya kemudian mengepulkan asapnya ke udara. Tidak ada minat sedikitpun untuk ikut bergabung dalam percakapan tersebut.

"Bener banget sialan, wah bang gak mau digebet nih? Kalo nggak, buat gue sabi kali," timpal seorang cowok setelah melihat foto seorang gadis dari ponsel temannya itu.

Dori merebut kembali ponselnya sambil menoyor kepala orang di sampingnya. "Yeu, enak aja lo. Ini bagian gue ya, cok."

"Anjing berisik banget lo pada," potong Rafa yang kayaknya berniat menghentikan topik mereka. Aga sih bersyukur setidaknya masih ada yang waras diantara kakak kelasnya tersebut. "Mong omong nih anak Merpati ada ngajak sparing futsal."

BE WITH ME | wolfiebear [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang