Chapter 44 : Dendam Kehilangan

156 8 0
                                    

Darma menatap cucunya yang berbaring di atas ranjang pesakitan, dengan di temani dua sosok berjubah hitam di dekat pintu yang sedang berjaga

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Darma menatap cucunya yang berbaring di atas ranjang pesakitan, dengan di temani dua sosok berjubah hitam di dekat pintu yang sedang berjaga. Ini adalah hari terakhir, dan semua harus di bersihkan, termasuk cucunya yang tertidur dalam pengaruh obat.

Tidak ada yang Darma lakukan selain diam dan menatapnya, karena pikirannya saat ini sedang bergelut antar dua pilihan yaitu membiarkan atau membunuh. Bagi orang-orang yang berada di lingkungan Kelas Khusus namun tidak mempunyai masalah yang bisa menyebabkan sekolah hancur, para pemimpin bisa menentukannya sendiri, termasuk Darma yang saat ini adalah sosok pemimpin tertingginya.

Darma melihat sebuah tali tambang di atas tubuh Fateh, tangannya pun bergerak dan mengambil tambang itu. Sejenak Darma melihat antara tambang dan Fateh sampai berulang, namun saat telah di putuskan, Darma berjalan dan berdiri di atas kepala Fateh, kedua tangannya bergerak-gerak melilitkan tambang pada leher Fateh.

"Maafin Kakek ya." Darma mendekatkan wajahnya, lalu memberikan kecupan terakhir di kening cucunya dengan mata yang terpejam dan kedua tangan yang mulai di tariknya, sampai tambang yang melilit leher Fateh menjadi tegang, dan Fateh mulai tersadar dengan tubuh yang meronta-ronta dan mengejat-ngejat karena mulai kehilangan pasokan udara.

Naisa dan Mala saling melihat satu sama lain. Mendapatkan kebebasan karena tidak mempunyai kesalahan adalah menjadi alasannya, namun dengan kesepakatan yang telah di tentukan dan tidak bisa di langgar, karena jika di langgar akan ada pengeksekusian. Di dalam sebuah mobil yang sudah di siapkan UHS, Mala dan Naisa hanya bisa duduk diam, menunggu mereka yang akan di antarkan. Tujuan terakhir mereka adalah rumah, dan mereka akan kembali berkumpul bersama dengan keluarga. 

"Naisa Putriana Dewi." Mendengar namanya di panggil, Naisa menatap Laura.

"Aku duluan, semoga kita bisa bertemu lagi." Ucap Naisa. Laura mengangguk, lalu menarik Naisa dalam pelukannya. Pelukan itu terlepas, Naisa langsung turun dari mobilnya, dan berjalan mendekati seseorang yang baru saja memanggil namanya.

"Oke Naisa, selamat atas kebebasannya, dan jaga rahasia ini sesuai dengan kesepakatan yang sudah di setujui." Naisa mengangguk, sembari memberikan sebuah senyumannya.

"Mobil untuk mengantarkan kamu sudah datang, silahkan kamu bisa pergi." Sebelum pergi Naisa melihat besarnya sekolah impiannya, mulai hari ini dan seterusnya dirinya mungkin akan merindukan sekolah ini, tapi tidak apa-apa, untuk keselamatan hidupnya Naisa tidak lagi menginjak UHS yang penting dirinya bisa hidup bebas.

"Selamat tinggal semuanya." Naisa lalu berbalik dan pergi, meninggalkan sekolah dan masuk kedalam mobil dengan pintu yang telah terbuka, setelah itu Naisa masuk kedalam dan pintu pun langsung di tutupnya. Klakson mobil menjadi pertanda, bahwa mobil yang di tumpangi Naisa mulai pergi meninggalkan lingkungan UHS.

"Laura Bilqis Haryono." Sekarang giliran namanya yang di sebut. Laura turun dari mobil dan mendekati petugas yang memanggil namanya.

"Kebebasan mu adalah keberuntungan yang tidak bisa di dapatkan oleh orang lain. Maka tetap menjadi orang baik, agar tidak di dendami." Laura mengangguk mengerti.

Kelas Khusus ( Ending )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang