•32 - kamis pagi

296 54 5
                                    

re-pub karena salah judul, maaf ya temen-temen 😔🙏🏻




















"gua ga tau. lu hampir mati gara-gara dia, tapi kalian masih baik-baik aja?"

Haru yang emosi. Bahkan ketika hari sudah malam ini, hanya Galang yang masih di sini. Padahal, wajah Daffa nampak biasa saja. Atau Haru yang sensitif sekarang.

"udah dibilang gua tau kalo Daffa ga bakal mati," sahut Galang.

"tapi dia masuk rs, anjing?"

Haru emosi, dan Galang menyahuti dengan datar. Sementara si korban duduk di ranjangnya, menatap dua orang di samping ranjangnya. Ia tak menikmati pertikaian ini. Pikirannya ingin segera pulang dan tidur di rumah.

Lagipula sekarang ia merasa sudah sangat sehat, Mamanya saja berlebihan. Daffa mendengus diam-diam.

"maaf ya," ucapan Galang, membuat si empu menoleh. Ini sudah kesekian kali sejak ia datang tadi.

"ya." Dan menjawab tidak minat. Memilih kembali menatap jarum pendek pada jam dinding, hampir sampai pada angka 8. "Mama mana sih? lama banget, gua mau pulang aja," ucapnya setelah itu.

"lu bisa gak jangan gila?" kesal Haru.

"nanti lu dianter Haru aja." Daripada membalas si pacar, Daffa justru menoleh pada sohibnya.

"ga usah. gua naik ojol," tolak Galang, ia cukup tahu diri usai membuat keributan tadi.

"gua ga bakal mau anter dia lagi, lagian," cibir Haru.

"jahat lu. kalo dari sini mah rumah Galang se arah sama lu tau."

"ogah."

Haru dan Galang hanya saling tatap sinis. Selang beberapa detik hening dalam ruangan, Mama Daffa bersama dokter datang. Berucap jika ia boleh pulang, tentu saja disambut raut senang oleh si anak.

Sesuai kesepakatan ini motor Daffa dibawa oleh Galang, lalu Daffa bersama Mamanya. Keduanya abai akan tatapan tak suka dari Haru. Bukan lelaki itu cemburu, ia sangat waspada pada Galang usai mengetahui fakta buruk hari ini.

Walau sebenarnya masih tanda tanya.



























🦋🦋🦋




























Keuntungan motor Daffa dibawa Galang bagi Haru adalah, pagi ini ia jadi ada alasan untuk menjemput si pacar. Senyum sumringah menyapa Daffa ketika ia keluar rumah usai memakai sepatu.

"bahagia amat," komentar Daffa, ikut tertawa dibuatnya.

Haru heran, Daffa baru kemarin masuk rumah sakit, pagi ini sudah seperti seolah tak pernah menjalani hari kemarin. Dan itu sudah dua kali. Seharusnya ia bersyukur, tapi tetap saja takut jika anak itu belum benar-benar baik.

"nanti istirahat mau sama gua aja gak?" tanya Haru di tengah perjalanan.

"ya mau, kenapa nanya dulu biasanya lu langsung ke kelas kalo pas mau bareng?" balik tanya Daffa bingung.

"gapapa."

Aneh, Daffa melihat ada yang aneh. Karena biasanya agenda mereka saat pagi tiba, Haru akan memulai perdebatan kecil entah karena ia tak memakai ikat pinggang, seragam yang sedikit keluar, atau hanya karena poni Daffa sedikit berantakan.

Haru lebih banyak diam. Namun, wajahnya tetap terlihat hangat, bagi Daffa yang kini terus mendapat senyum dari si empu. Bahkan ketika tiba di sekolah, Haru tak berhenti tersenyum.

Langkah Daffa terhenti usai mereka turun dari motor, menarik tangan Haru mendekat agar berhadapan dengannya. Tangan kanannya tergerak menyentuh dahi si pacar. Alisnya mengkerut karena suhu Haru sekarang normal.

"kenapa senyum-senyum terus? ada apa?" tanya Daffa kesal.

Tangannya diambil oleh yang lebih muda. "kepo. tapi gua sayaaaang banget sama lu." Masih terlalu pagi untuk Haru mengucapkan sesuatu yang mampu membuat banyak kupu-kupu berterbangan di perutnya.

"udah mau bel. masih mau bengong di sini?" tanya Haru kemudian.

"ya ayo masuk," ajak Daffa, turut membalas senyum tampan pacarnya sebelum menarik tangan si empu untuk melanjutkan lagi langkah mereka menuju kelas.

Haru ada di bengkel, lantai bawah, dan kelas Daffa ada di seberang bengkelnya. Salah satu alasan mood Haru lumayan baik pagi ini.

"semoga jamkos, semoga jamkos," gumaman Haru selama perjalanan menuju kelas dapat didengar oleh Daffa.

"terus kalo lu jamkos tapi gua kaga gimana?" tanyanya heran.

"gapapa. biar gua di depan kelas lu, ngeliatin lu lagi belajar," sahut Haru tenang.

Langkah keduanya berhenti di depan kelas Daffa. Bel masuk sudah berbunyi saat mereka perjalanan kemari tadi. Dan kini hanya menunggu guru untuk datang.

Daripada masuk ke bengkel jurusannya, Haru lebih nyaman berdiri di sini. Di depan kelas Daffa yang pintunya tertutup satu. Masih enggan melepaskan gandengan tangan mereka.

"mending kursi lu bawa kesini sekalian?" celetuk Daffa.

"mending lu aja ikut gua praktek, gua pajang di atas biar gua semangat."

"horror banget kenapa sih!"

"mana ada horror, romantis itu."

"romantis kepala bapak lu."

"kalo mau zina jangan di sekolah minimal."

Hingga si ketua kelas sekaligus ketua MPK menginterupsi dua murid di depan kelasnya. Melipat tangan di dada menatap Haru dan Daffa bergiliran.

"lu udah gapapa, kok berangkat?" tanyanya pada Daffa setelah itu.

"gua kan selalu gapapa," balas Daffa tertawa.

Aldo membalas dengan tatapan sinis mendengar itu. Lalu netranya beralih pada Haru. "Ru, gua perlu pinjem lu buat rapatt pemilihan ketua MPK sama ketos bulan depan." Tentu saja langsung membuat raut si wakil jadi tidak suka. Mengingat minggu depan adalah minggu terakhir sekolah karena adanya libur semester dan tahun baru.

"asal jangan pas istriahat?" kesal Haru.

"orang pas pulsek."

"jangannn!"

"ribet banget lu ngikut ketuanya aja dong," cibir Daffa, memukul pundak Haru sebal.

"kalo pulsek lu ikut gua juga, gua mau," dengus Haru.

"aelah bucin." Aldo mendengus.

"gua ikut tapi di depan, jangan maksa masuk juga," ucap Daffa.

Lagi-lagi Haru nampak keberatan. "di dalem lah. ngapain di luar?" Jelas ia teringat masa rapat terakhirnya menjumpai Daffa hanya berdua dengan Juan di depan ruangan.

"gua yang ngapain di dalem??" protes Daffa.

"bentaran doang, Ru." Aldo jadi emosi.

"ya udah iya-iya."

Terpaksa Haru iyakan usai melihat beberapa guru mulai berdatangan masuk ke kelas. Dengan berat hati ia masuk ke dalam bengkel. Meninggalkan Aldo dan Daffa yang masih betah di luar kelas, karena menatap kepergian Haru.

"eh Galang ga berangkat, motor lu dititipin ke gua."

Celetukan Aldo ini membuat Daffa menoleh. "lu kenapa baru bilang sekarang?" serunya terkejut.

"tadi ada Haru. gua ga mau merusak pagi dia yang menyenangkan itu," balas Aldo, tertawa.

"maksudnya dititipin ke elu tuh gimana?"

"gua berangkat pake motor lu."

"terus ntar pulangnya??"

"ya lu anter gua lah."

Daffa mendengus, kesal juga dengan Aldo. Namun, ia tak menolak. Pikirannya sedang bertanya-tanya tentang Galang kenapa tidak berangkat. Berharap semoga saja si empu benar-benar ada di rumah.

highway • harubby (another story about school life)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang