•47 - teman

298 60 8
                                    

Upacara pelantikan memakan waktu begitu lama. Banyak anak senang karena melewatkan dua jam mata pelajaran sampai mendekati bel istirahat pertama. Namun, tak banyak juga yang kesal akibat teriknya panas matahari.

Selesai upacara, kantin langsung dipenuhi orang-orang kehausan. Salah satunya Gavin, dan ada Haru menemaninya walau sepertinya tidak berminat untuk ikut beli es juga.

Sembari menunggu Gavin, netra Haru menangkap sosok Daffa tengah berjalan ke arah kantin bersama Aldo. Senyumnya muncul kala dua orang itu ternyata melihatnya.

"seneng banget kayaknya Aldo udah gak jadi ketua," komentar Haru, melihat wajah cerah Daffa sekarang.

"iyaa. kan gua gak ngenes di kelas duduknya sendirian," balas Daffa tertawa.

"lu beneran ga ambil jalur rapot ya? jadi ke luar? nama lu ga ada." ucap Aldo tiba-tiba, pada Haru.

Daffa mengerutkan kening tidak mengerti kemana topik ini. "apanya? yang ke luar apa?" tanyanya bingung.

"kuliah. Haru kan mau lanjut di luar negeri aja, loh emang lu ga ngasih tau Daffa?"

"eh gak—"

"Haru ga bilang sama gua."

Seketika Aldo jadi merasa bersalah saat Daffa memilih pergi begitu saja usai memotong sahutan Haru.

"lu di sini sampe Gavin keluar terus bilang gua ke kamar mandi," ucap Haru pada Aldo kesal, sebelum berlari kecil untuk menyusul Daffa.




















🦋🦋🦋























"Daf, maaf ya. waduh kayaknya gua ga ngomong harusnya."

"jangan minta maaf, Doo."

Daffa sedih, rasanya ia butuh waktu untuk tidak mengobrol dengan orang yang membuatnya sedih dulu. Seharian ini sampai pulang sekolah menghindari Haru, bahkan abai saat Haru mendatangi kelasnya, ia bersyukur sudah ada guru.

Teman-teman lain sudah tau. Saat ia bertanya pada Bian dan Vano, mereka berdua tahu. Pun Bian mengatakan satu kelasnya sudah tahu rencana Haru. Dan hanya Daffa yang tidak tahu.

"Daffa!"

Suara yang dihindarinya seharian. Ia mempercepat langkahnya pada koridor sepi ini, tapi tangannya lebih dulu ditangkap kemudian ditarik membuat tubuhnya memutar ke belakang. Padahal sengaja keluar kelas lebih lama agar saat ia pulang Haru sudah pulang, tetapi takdir memang tidak mengizinkan.

"Daf, denger gua dulu!" kesal Haru, paling malas menyelesaikan masalah dengan didiamkan, padahal Daffa hanya butuh waktu.

"gak mau. mau pulang aja gua," tolak Daffa cepat.

"mau. jangan gara-gara ini lu jauhin gua lagi, gua bukannya ga mau ngomong sama lu—"

"lu kasih tau temen-temen lu, tapi gua enggak. bukannya kita temenan ya?"

Haru menghela napas panjang kala ucapannya disambar begitu saja.

"gua belum selesai ngomong, jangan motong sembarangan."

Kali ini Daffa memalingkan muka, jujur takut ditatap tajam oleh Haru, tidak seperti biasanya. Beberapa saat hanya saling diam, baru Daffa kembali berani menatap balik mata tajam itu.

"pulang dulu aja. lu sendiri yang bilang kalo nyelesain masalah harus pake kepala dingin," ucap Daffa kemudian.

"oke. nanti malem gua ke rumah ya?"

highway • harubby (another story about school life)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang