•19 - tanda tanya

360 63 3
                                    

"udah gua bilang ngambilnya sama gua."

Sebagai orang yang diajak Daffa untuk mengantar ke bengkel, Galang bingung. Ia di tengah-tengah tatapan datar Haru, dan raut kesal Daffa.

"lu lagi sibuk sama lomba musik," balas Daffa.

"cuma ngawasin. kenapa ga chat dulu?" tanya Haru.

"gua taunya lu ngurusin juga!"

"aduh lu pada, ya sana kalo emang mau keluar," lerai Galang. Merasa tak seharusnya ada di sini sekarang.

Tinggal beberapa langkah lagi ke parkiran, tetapi suara Haru di awal mengejutkan mereka berdua.

"ayo jadi anter gak?!" tanya Daffa berseru, wajahnya masih tak bersahabat.

Di sini Haru menghela napas panjang. "iya, ayo." Menarik tangan yang lebih tua untuk digandengnya. Sebelum itu menyempatkan menoleh pada Galang. "sorry ya," ucapnya.

Galang hanya memberikan anggukan.

"lu bingung gak?"

Kedua kalinya Galang terkejut. Hampir saja memukul wajah Bian yang lebih pendek darinya itu. "kaget! manusia kenapa kalo dateng ga berasa sih!" protesnya.

Bian hanya mengedikkan bahu tak peduli.

"Haru wataknya gimana sih?" tanya Galang. Tak begitu mengenal Haru, selain karena wakil ketua MPK dan anak kepala sekolah.

"suka ngatur tapi ga pedulian sih. gua langsung curiga Haru suka Daffa pas Daffa dighibahin di kelas ama temen-temennya. secara dia kan bodo amatan," jelas Bian, diingat membuatnya tertawa.

"suka ngatur? menurut lu Daffa gampang diatur kaga?" celetuk Galang.

"dikit. ya cocok sama Daffa yang emosian. mungkin Haru sabar, tapi sabarnya bukan yang sabar banget kayak Juan, terus..." Bian menggantung kalimatnya. Melirik pada Galang yang mungkin berpikiran sama.

"Septian..."

Benar, karena setelah itu Galang mengangguk.



























🦋🦋🦋




























"harusnya meja buat keluar sama masuk tuh disendiriin. kalo gini kan jadi lama, orang ambil ga sampe 5 menit antrinya 5 jam!"

Mood-nya sudah buruk, semakin dibuat buruk karena ternyata antrian yang ia kira tak akan panjang, ternyata sama saja. Daffa mendapat nomor 12, dan sekarang sudah nomor 9.

"udah sampe 9 kok, bentar lagi itu," cibir Haru.

"masih lamaaa!" keluh Daffa.

"sini gua yang antri, lu keluar sana cari jajan."

"gak mau!"

"ya udah diem sabar."

Mampu saja membuat Daffa diam, walau rautnya tak bisa berbohong jika ia sedang kesal. Menyadari itu, Haru menoleh. "kenapa buru-buru banget sih?" tanyanya kemudian.

"mau lihat lomba musik. makanya gua ajak lu pulang sekolah kemaren. kalo ambil pulang ini takut hujan lagi nanti," jelas Daffa sedih.

"mau lihat siapa? Juan?"

Mendengar pertanyaan ini, Daffa melotot. "mau lihat semuaa! bukan cuma Juan." Ia mendengus. "lu diem aja jangan ajak gua ngomong!"

Haru memalingkan muka, menurut saat diminta diam. Fokus pada jalan raya yang ramainya tak kunjung selesai. Hingga selang beberapa menit, antrian nomor 11 dipanggil.

highway • harubby (another story about school life)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang