"Daffa gak suka horror—"
"suka. maksudnya ya udah itu aja gapapa."
Haru memutar bola mata, malas mendengar Daffa mengiyakan rekomendasi Bundanya untuk menonton film horor saja.
Bioskop tak begitu ramai karena masih awal siang. Dan yang membuat Haru tak habis pikir dengan dua wanita paruh baya itu adalah memilihkan baris terpisah untuknya dan Daffa. Sementara sang Ibu dengan teman lamanya, duduk di baris bawah mereka.
Duduk di seat paling atas, pojok pula, dan hanya mereka berdua yang ada di sana, tidak tahu jika nanti akan ada yang datang lagi atau tidak. Haru mempertanyakan bagaimana jika orang berpikir macam-macam, padahal isi bioskop untuk film yang sudah keluar lebih dari 1 bulan ini, tak sampai 10 orang menonton.
Awal-awal film ia fokus, dengan mengemil makanan yang dibeli. Namun, juga sesekali melirik Daffa yang bahkan tak menyentuh rotinya. Lelaki itu sibuk menutupi wajah dengan tangannya.
Haru bukan mengabaikan, tapi ia paham hari ini Daffa begitu kesal dengannya. Jadi lebih baik diam saja daripada si empu makin emosi.
Sampai pertengahan film, fokusnya buyar melihat Daffa dengan posisi kepalanya tertunduk, nyaris jatuh pada sisi kiri. Inisiatif Haru menarik kepala lelaki itu agar bersandar saja pada pundaknya.
"udah diem, tidur aja," ucapnya cepat sebelum yang lebih tua protes.
Dengan tingkat mengantuk tinggi, Daffa pun hanya diam, kembali memejamkan mata.
🦋🦋🦋
"Daffa, nonton malah tiduuuur!"
Mendengar seruan sang Mama, si anak hanya cengengesan. Ia tak mungkin terus terang mengatakan film menakutkan itu lumayan membosankan untuknya yang tak menyukai horor, sementara di sini ada Bunda Haru yang merekomendasikan film.
"Daffa gak suka filmnya ya?" Beliau bertanya, lembut sekali.
"bukan gak suka juga, Tante... tadi ngantuk aja," dusta Daffa.
"emang ga suka dia mah," celetuk Haru, menimbrung.
Sang Bunda terkekeh. "Daffa sukanya genre apa? kapan-kapan nonton film yang Daffa suka aja?"
Sekarang Daffa jadi menyesal sudah soudzon jika sifat menyebalkan Haru turun dari Ibunya. Padahal berbeda jauh sekali.
"Daffa gak suka nonton, Bun. sukanya di rumah, tiduran, pelukan—"
"lu diemmm!" Yang disebut-sebut namanya jadi kesal.
"itu mah sama pacarnya doang," cibir Mama Daffa, mengabaikan senggolan pada lengannya akibat perbuatan anaknya.
"oh jadi maunya sama Haru aja? gak mau sama Bundaa?"
Rasanya ingin cepat pergi dari sini. Daffa hanya bisa menggelengkan kepala ribut, dan tak bersuara agar topik ini cepat selesai.
Usai menonton ini, ia pikir akan pulang saja mengingat Mama sangat jarang mau meluangkan waktu seperti sekarang. Namun, ternyata dua wanita berstatus seorang Ibu itu malah membelokkan diri pada salah satu toko pakaian besar.
Menyisakan Daffa yang melorotkan bahunya lesu di depan toko, tak berniat masuk. Ia ingin segera pulang, dan tidur saja.
"Mama lu habis ini pergi lagi ke Malang ya??" Suara Haru di sampingnya semakin membuatnya sebal.
Dengan malas ia mengangguk sebagai jawaban.
"boleh gua nginep?"
Sontak ia menoleh sewot. "ngapain?" Bukan keberatan, ia suka jika ada yang menemani.
KAMU SEDANG MEMBACA
highway • harubby (another story about school life)
Teen FictionLembaran cerita tentang Haru, si murid STM yang meyakini di bumi ini tidak ada orang jahat dan orang baik, hanya berisi orang-orang sedang menjalani hidup. "menjalani hidup tuh nggak selalu harus tawuran, Daf." "gua bukan tawuran, Ru." "balas denda...