Liburannya masih panjang, lebih dari satu minggu. Jika menurut banyak anak itu sangat kurang, maka bagi Ha
ru terasa lama sekali. Menginap 3 hari di rumah Daffa, juga membuatnya tak puas.Rasanya ingin terus berada di sana tetapi tahu diri, tak mau membuat si tuan rumah makin kerepotan.
Daripada terus membiarkan dirinya tanpa kegiatan di rumah, Haru memilh keluar. Jalan-jalan dengan motornya tanpa mengenakan helm. Ia butuh udara segar sore ini.
Padahal ia menanti masa-masa liburan ini agar bisa bermain bersama Daffa di luar kegiatan sekolah. Sayang menjelang liburan justru mereka sudah tidak lagi bersama. Padahal jika Haru memperlakukan Daffa sebagai seorang teman pun, lelaki itu tidak akan keberatan.
"suka sama Vano aja."
Siapa sangka pada tujuannya mencari udara sore ini, malah bertemu Aldo yang sedang duduk santai di atas motor menikmati ciloknya.
Haru menghampiri usai memarkirkan motornya, ia sempat membeli jajanan lain sebelum itu. Posisinya ada di samping jalan besar yang banyak orang berjualan sekarang. Ia duduk di samping trotoar, tepat menghadap Aldo yang juga menatapnya iba.
"mehh lu bilang aja suka sama Vano pake merekomendasikan ke gua," cibir Haru membalas.
"tai banget, ngapain suka sama dia." Aldo mendengus. Ingatkan mereka belum sepenuhnya baikan pasca kejadian beberapa hari lalu.
"gua sukanya sama Daffa. maunya sama Daffa doang. kayak, kalo ada orang yang nembak Daffa mau gua ilangin itu manusia." Haru menarik napas panjang, mengeluarkan segala isi hatinya.
Tak peduli jika suatu saat nanti, ia sudah dewasa dan mengingat betapa berlebihannya pernah suka pada manusia. Berharap fase itu tidak akan pernah. Karena Haru ingin terus menyukai Daffa sampai seterusnya.
"gua minta tolong, jagain Daffa," ucapan dramatis Haru yang sangat jarang itu membuat Aldo menoleh sewot.
"secara ga langsung lu minta gua pacaran Daffa?"
"sialaaan!" Haru memukul lengan si ketua MPK-nya itu emosi. "gua niatnya mau lanjut kuliah ke luar."
"luar kota?" tanya Aldo lagi.
"luar negeri," jawab Haru sedih.
"oh ya udah."
Balasan seakan tak peduli dari Aldo ini makin membuatnya tak terima.
"lu kaga sedih kehilangan gua??" cibir Haru.
"kaga. kata Vano kan hubungan kita sebatas ketua dan wakil ketua. ya tapi gua juga sedih sih. ya walaupun dia kayak becanda gara-gara kesel ama gua tapi gua dengernya sakit hati. ah elah."
Jadi Aldo yang curcol. Haru memutar bola mata sebal. Pertama kali Aldo dan Vano bertengkar sampai seperti ini. Padahal masalahnya saja sepele, bisa selesai cepat andai mereka mau berbicara dengan kepala dingin.
"Vano juga mau lanjut kuliah di luar negeri," ucap Haru tiba-tiba.
Cukup sesuai dugaannya saat Aldo menoleh kaget. Tapi secepat mungkin merupakan ekspresi lagi. "ya udah. terus gua kudu apa ya? gua punya Daffa, habis ini kita pacaran."
Harusnya Haru marah, namun melihat raut memelas dari temannya itu, ia jadi tak tega.
"lu kenapa ngenes amat gua lihat-lihat?" cibirnya.
Aldo punya banyak teman, tapi tidak ada yang membuatnya bisa untuk saling berbagi. Ia pikir Daffa, tetapi Daffa juga punya Galang sebagai teman yang lebih dekat. Lalu akan menjawab Haru pun, sebenarnya Haru juga terlihat lebih dekat dengan teman-teman kelasnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
highway • harubby (another story about school life)
Teen FictionLembaran cerita tentang Haru, si murid STM yang meyakini di bumi ini tidak ada orang jahat dan orang baik, hanya berisi orang-orang sedang menjalani hidup. "menjalani hidup tuh nggak selalu harus tawuran, Daf." "gua bukan tawuran, Ru." "balas denda...