Pulang sekolah ini, seharusnya Haru mengambil laundry-an seragam Daffa kemarin yang dipinjamkan kepadanya. Tempatnya pun dekat sekolahan.
Alih-alih berbelok ke tempat laundry, Haru justru berhenti di depan sekolah. Memarkirkan motor di sana lalu sedikit berlari mengikuti rombongan murid berseragam sekolah lain yang tampak berjalan di kejauhan.
Ia tidak akan sepeduli ini jika di antara mereka tidak ada yang memegang senjata tajam.
"lu sendirian?"
"lu semua yang kenapa kesini pas gua sendirian? kita harusnya ketemu di stadion besok."
Suara Daffa, Haru mengerutkan alisnya mendengar percakapan itu. Mereka semua ada di gang sempit sela-sela bangunan besar.
"biar bisa laporan ke anak sekolah lu kalo Daffa nyusul abangnya—"
"jangan ngomong sembarangan!" potong Daffa. "gua tuh, ga mau mati sebelum dia."
Entah 'dia' siapa yang dimaksud, Haru tidak mengerti. Ia diam mendengarkan. Teringat pula saat pulang sekolah kemarin sempat mengobrol singkat dengan Gavin terkait Daffa.
"makanya kita di sini mewakili dia buat ngabisin lu dulu, tau?!" seru seseorang yang membawa senjata tajam, lalu diarahkan pada Daffa.
"lu semua mundur."
Saat ini Haru tidak bisa untuk diam saja. Sebagai orang yang mengetahui kejadian, dan salah satu murid sekolahnya dalam masalah, sama seperti malam itu.
Ia berjalan mendekat.
"Haru?" Daffa mengernyitkan alis tidak suka.
"loh siapa nih? jagoan baru lu selain Galang?" cibir yang lain.
"tai sejak kapan Galang jadi jagoan gua," dengus Daffa.
"bikin masalah di area sekolah orang, apa ga takut kena lapor? sekolah lu yang jelek," ucap Haru. Menatap mereka yang beranggota lebih dari 10 orang dengan tatapan datar. "keroyokan lagi, malu-maluin."
"daripada sekolah lu, isinya sampah semua!"
"waduh, susah emang ngomong sama orang goblok." Haru menggeleng-gelengkan kepala. Ia menunjuk pada area gerbang sekolah yang masih ramai di sana. "pergi sana. satpam gua juga punya celurit kayak gitu."
Cekcok beberapa saat hampir diakhiri dengan pertengkaran fisik. Walau syukur jawaban Haru dengan kepala dingin sukses membuat mereka semua pergi.
Menyisakan dirinya dan Daffa. Lelaki itu tengah menatapnya penuh kesal.
"lu kenapa kesini?!" protesnya.
"terus gua lihat lu dikeroyok kayak tadi tapi diem aja gitu? sehat?"
Entah kenapa setiap pertemuan mereka, selalu berbeda. Daffa sekarang, seperti Daffa yang ditemui Haru saat malam hujan deras. Daripada saat mengambilkan makalahnya yang terjatuh dan menumpahkan pop es kemarin.
"ayo ke sekolah."
Dengan sepihak Haru menarik tangan si Sagitarius. Walau dibalas dengan tatapan sewot serta menahan diri karena tidak mau.
"kaga mau! balik ke sekolah sendiri lah kenapa narik-narik gua?!" kesal Daffa.
"wajah lu lebam by the way. ga kerasa sakit kah?" Tanpa peduli Haru tetap menarik.
"gua bisa obatin sendiri di rumah!"
"yakin lu habis ini pulang? bukannya ada latihan anak ULTRAS di lapangan?"
Daffa diam. Tidak menolak lagi karena jalanan masih ramai murid sekolah. Mungkin beberapa dari mereka mempertanyakan kenapa mereka berdua datang bersamaan sementara selama ini tidak pernah terlihat bersama.
KAMU SEDANG MEMBACA
highway • harubby (another story about school life)
Teen FictionLembaran cerita tentang Haru, si murid STM yang meyakini di bumi ini tidak ada orang jahat dan orang baik, hanya berisi orang-orang sedang menjalani hidup. "menjalani hidup tuh nggak selalu harus tawuran, Daf." "gua bukan tawuran, Ru." "balas denda...