•37 - realita (2)

354 68 1
                                    

Ambil rapot dan gelar karya. Ketika memasuki gerbang, dibagi menjadi dua jalur. Untuk yang menaiki motor akan langsung diarahkan ke parkiran. Sementara parkir untuk wali murid yang ambil rapot ada di depan sekolah. Jadi, saat masuk ke gerbang menggunakan jalur jalan kaki.

Akan langsung disuguhi aneka ragam hasil karya setiap kelas yang ada.

Daffa bersama Mamanya, dan sang Mama tertarik melihat-lihat. Ia hanya mengikuti di belakang, hingga tak sadar tertinggal jauh di depan. Langkahnya berhenti pada sebuah miniatur rumah besar tembus pandang menggunakan akrilik.

"sensor gerak. kalo kamu deketin benda ke pintunya, nanti bakal buka sendiri." Seorang wanita paruh baya berucap tiba-tiba dari belakangnya.

Sontak Daffa menoleh. Ia tahu, karena tugas itu milik kelompok Haru yang sempat lembur 2 minggu lalu.

Tangan wanita itu tergerak untuk menyalakan. Lalu inisiatif Daffa mendekatkan jarinya pada pintu rumah.

"kan." Wanita itu tertawa kecil, membuat Daffa ikut tersenyum dibuatnya.

Lalu maju satu langkah. Yang lebih tua menyalakan satu lagi. Sebuah kotak dengan lampu di dalamnya.

Ia menatap Daffa. "ayo tepuk tangan."

Tanpa dijelaskan sebenarnya Daffa paham. Tepuk tangan pelan dua kali, dan lampu menyala. Kemudian wanita di sampingnya tepuk tangan dua kali, membuat lampu itu kembali padam.

Keduanya tertawa bersamaan.

"sensor bunyi... pantes saja anak saya ngelembur ngerjainnya," ucap si wanita sembari melirik bergantian dua hasil karya itu.

Hasil praktek yang terdapat nama Haru di sana. Daffa mengangguk, ia ada saat hari Haru dan anak kelompoknya sempat hampir putus asa karena proyek sensor gerak mereka nyaris gagal. 

"kalo punya kelas kamu..." Nampaknya si wanita paruh baya tertarik dengan Daffa. Suara lembutnya setiap kali bersuara membuat Daffa tenang mendengarnya.

"—ada di mana, Daffa?"

Begitu dilanjutkan, Daffa terdiam. Seingatnya ia tak pernah memperkenalkan diri pada wanita asing itu. Alisnya mengkerut, ia bukan orang yang pandai menyembunyikan ekspresi.

"anak selucu kamu mutusin anak saya? emang iya? jujur aja, Haru ya yang minta putus dulu?"


















🦋🦋🦋






















Dari kejauhan, tepatnya di parkiran. Haru ada di sana, melipat dada memandangi dua orang tersayangnya pada tempat gelar karya. Senyum liciknya kentara ketika Daffa terang-terangan menunjukkan wajah terkejutnya.

Ia tak tahu apa yang Ibunya katakan. Tapi fakta Daffa tidak mengenal Ibunya sementara sang Ibu mengenal Daffa, Haru jadi puas sendiri.

"gimana kalo lu tau, Bunda gua sama Mama lu sebenernya temenan," gumam Haru setelahnya.

Sayang sekali Mama Daffa sudah berada jauh di depan mereka. Padahal ia ingin melihat ekspresi Daffa akan bagaimana. Apakah akan lucu atau sangat lucu, Haru gemas sendiri membayangkan.

Hingga ponselnya di saku seragam berdering. Dan dari sana, Ibunya sudah berjalan lebih dulu meninggalkan Daffa. Sementara si empu tengah sibuk dengan ponselnya.

Haru pun penasaran. Senyumnya makin lebar ketika tahu siapa si pengirim pesan.



daffa

senyum lu dari jauh lebih serem daripada setan

iya
lu dari jauh juga keliatan manis kok

highway • harubby (another story about school life)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang