•41 - sendirian

298 60 8
                                    

Takdir memang konyol. Ia tak pernah membayangkan akan duduk di kursi ruang tamu rumah Daffa, berhadapan dengan dua orang tua si empu, sementara orang yang ia cari masih sibuk di dalam.

"padahal liburan ini Tante sering di rumah. Haru gak pernah main ya?" cibir Mama Daffa.

"iya, tapi kemaren sempet main awal-awal liburan," sahut Haru, tenang.

"mau main kemana? jangan pulang malem-malem ya." Papa Daffa, sudah kenal dengan Haru lebih dulu daripada Mama Daffa.

Orangnya ramah, baik, sulit diajak becanda. Tapi orang yang tidak terlalu serius. Sebenarnya lebih pendiam saja.

"iya, Pak."

"panggil Om, di luar kerjaan kok," cibir Papa Daffa terkekeh.

Bertepatan Daffa keluar, pakaiannya sangat rapi. Sudah cocok dengan Haru, dua-duanya sama memakai celana jeans walau tidak janjian. Ia diam saja sembari memakai sepatunya.

"ayo," ucapnya pada Haru setelah itu.

Papa dan Mamanya ikut berdiri. Mengekori mereka sampai di pintu depan.

"dulu di tempat PKL banyak yang suka Haru loh," celetuk Papanya membuat Daffa menoleh.

"terus kenapa?" tanyanya sebal.

"Haru-nya milih kamu."

"udah ga pac—"

"iya, Om. Daffa lebih lucu soalnya."

Dan Daffa hanya menghela napas berat begitu ucapannya dipotong. Ia tak punya tenaga untuk marah di depan orang tuanya, apalagi ada Papa sekarang. Hal yang cukup langka.

Usai berpamitan, mereka berangkat kurang dari pukul 4. Selama perjalanan ini cubitan pelan diterima Haru akibat kesal.

"lu jangan gangguin gua yang lagi nyetir ini. mau sampe dengan selamat kaga?" protes Haru.

"kaga. lu aja sana."

"ngomong dijaga." Haru mendengus.

Tempat yang dekat sekolahan itu jauh dari rumah mereka. Begitu tiba di sana, tempatnya tak begitu ramai. Sepertinya cocok untuk mereka yang akan mengobrolkan sesuatu yang sifatnya rahasia.

Daffa turun, menunggu Haru selesai memarkirkan motor. Lalu memberikan helmnya. Baru si empu turun juga. Yang lebih tua berjalan lebih dulu, netranya melihat kesana-kemari sampai menemukan dua orang yang ia cari.

Lagi Haru hanya mengekori di belakang. Dua orang yang cukup familiar walau sudah lama tidak bertemu duduk di sana.

Siapa sangka saat Daffa datang pandangan mereka berubah jauh lebih hangat.

"gua pergi aja kali ya?" Berbanding terbalik dengan keyakinannya tadi malam, Haru jadi tak enak ada di sini.

Tetapi tangan Daffa dari bawah tiba-tiba menggandengnya begitu erat. "di sini aja, temenin gua."
















🦋🦋🦋















Sejak sesi mengobrol itu Haru hanya diam. Namun ia menyimak lebih dalam. Kadang saat membahas kakaknya, Daffa menahan tangis, ia tahu tangan lelaki itu bergetar.

Haru ganti menggenggam tangan yang lebih tua di bawah, menenangkan lagi.

Hingga rasa penasarannya bertambah ketika Septian mengeluarkan dua kertas yang langsung disimpan Daffa dalam tasnya. Dari percakapannya Haru sedikit paham.

Anak itu berniat balas dendam.

"lu mau nyuruh anak-anak lu buat serang sekolah mereka?" Pertanyaan ini keluar saat Septian dan Arfa pulang, tapi mereka masih di sana.

highway • harubby (another story about school life)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang