•42 - agenda nyawa dibales nyawa

317 57 4
                                    

"Aldo ga masuk." 

Ini Daffa di depan kelas, menatap Vano heran. Raut pemuda itu terlihat sekali jika sedang lelah. Benar pemilihan ketua OSIS dan MPK sebentar lagi. Tapi tidak mungkin jika semuanya diserahkan pada Vano, Daffa jadi kasihan. 

"ga masuk kenapa dia?" tanya Vano kemudian. 

"sakit. kalo lu butuh dia buat rapat pulsek, mungkin bisa dateng kali," sahut Daffa. 

"ya kali dia sakit tapi gua suruh rapat. ya udah, makasih." Vano pergi setelahnya. 

Daffa hanya menghela napas panjang, masih berdiri di depan pintu kelas. Bu Riri, guru pembina OSIS suka semaunya sendiri pada Vano, ia sering mendengar keluhan Aldo, juga Haru— dulu. 

"mau cari siapa?" Kali ini Joel datang, dengan kekehannya. 

"cari elu. kantin gas," ajak Joel santai. 

Mereka memang hanya berdua. Entah sejak kematian Galang, Daffa benar-benar menjauh dari teman-teman ULTRAS-nya. Tak pernah ikut menonton pertandingan futsal lagi. Ia hanya bersama Joel dan Bian. 

Terkadang di kantin, bertemu Haru dan teman-temannya. Mereka hanya saling tatap sebentar, dan Daffa selalu menjadi pihak yang mengalihkan pandangan lebih dulu. 

Sudah hampir dua minggu sekolah. Tak pernah ia dan Haru berinteraksi secara langsung lagi. Ke kantin pun Daffa memilih mendekati bel masuk agar kantin sepi. 

Pulang sekolah langsung ke rumah. Tidak lagi ikut kumpul padahal seringkali keberadaannya ditanyakan. Walau saat sampai rumah dirinya juga bosan, berakhir mengunci pintu tidak menerima tamu lalu tidur sampai pagi usai membereskan rumah lebih dulu. 

Daffa berubah, jauh lebih pendiam. Bahkan anak sekelasnya mengakui. 

















🦋🦋🦋




















"lu ga masuk kenapa?"

"gua pilek, anjir. kemaren gua masuk disuruh istirahat dulu di rumah!"

"siapa yang nyuruh?"

"ketos lu itu lah siapa lagi??"

"aelah." 

Haru merotasikan bola matanya sebal. Sempat melirik ke arah Vano yang tampak sibuk di depan komputer pada ruang OSIS ini. Anak-anak lain sibuk dengan poster. 

Ini sudah begitu sore, hampir pukul 6. Bisa-bisa mereka semua tidur di sini andai Haru tidak menyuruh untuk dilanjutkan besok saja. Jika tidak karena komentar guru pembina OSIS yang seringkali mengkritik kurang ini itu, mungkin mereka akan cepat selesai. 

"Ru, bilang bokap lu minta ganti guru pembina," keluhan Vano ketika mereka berjalan ke parkiran. 

"bilang sendiri sana," sahut Haru ketus. 

Vano tidak tahu saja jika ia juga dimarahi Ayahnya karena nekat ikut lomba, membuat repot pengurus MPK dan OSIS. Yah, setidaknya dapat juara 2. Ia tak tahu apa jadinya jika pulang tanpa membawa piala.

Sampai di parkiran, Haru diam. Ketika anak-anak lain mulai menyalakan motor dan melaju untuk pulang, ia masih di sana. Tentu saja dengan Vano yang masih menatapnya heran. 

"ada motor Daffa... dia belum pulang?" gumam Haru, celingukan. 

"loh iya. kenapa ya? mana motor temen-temennya udah kaga ada??" Vano ikut penasaran. 

Kini si wakil ketua MPK itu memutar badan. Menuju kembali ke dalam sekolah diikuti oleh Vano di belakangnya. 

"Daffa kaga di bengkel, kelasnya di teori 3," celetuk Vano saat Haru hendak menuju ke bengkel listrik. 

highway • harubby (another story about school life)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang