"ADA POLISI! KABUR SEMUANYA!"
Manusia-manusia pengecut, sebenarnya mereka.
Daffa menghembuskan napas lega. Mereka semua sudah pergi, tidak ada di sini, tapi Haru masih memeluknya begitu erat. Ia tidak mengerti.
Tiba-tiba Haru membuat jantungnya berdetak begitu cepat. Padahal jika yang membantu sekarang adalah teman yang lain, Daffa tidak pernah merasa seperti ini.
"sampe kapan?" tanya Daffa berbisik.
"sampe lu aman."
"kenapa?" Nadanya begitu sedih bertanya.
Haru turut tidak mengerti. "kenapa apa?" balik bertanya, takut akan perubahan nada dari yang lebih tua.
"kenapa lu peduli? jangan bilang kebetulan lewat terus lihat gua yang seragamnya sama kayak lu," ucap Daffa pelan.
Haru diam.
"baru tadi pagi lu bilang ga suka sama gua," lanjut Daffa.
"lu suka sama gua?"
Mendengar pertanyaan itu membuatnya terkekeh, lelaki yang masih memeluknya ini begitu to the point.
"manusia mana yang ga baper sama kelakuan lu sih? kalo emang lu gini ke semua orang ya... udah berati gua yang salah."
Keduanya diam. Haru tidak mampu membalas, tapi sudah ada jawaban yang ia tak ingin lontarkan sekarang.
"Daf? Ru?"
Panggilan dari Bian terdengar di luar sana.
Bergegas Daffa melepaskan diri, keluar dari tempat persembunyiannya. Langsung disambut wajah khawatir dari temannya itu.
"astaga. lu gapapa? udah dibilang kalo dikejar telepon kita, Dafff!!" kesal Bian.
"jangan lah. ntar lu pada dateng keroyokan—"
"terus tadi lu dikeroyok angin apa gimana?"
Ada saja jawaban Daffa untuk membuat teman-temannya emosi.
Atensi Bian teralihkan pada Haru di belakang Daffa. Ia tak berpikir macam-macam karena mereka diam saja.
"ayo pulang. motor lu noh gua tuntun kesini," ucap Bian lagi.
"eh gapapa? ditendang lagi gak kayak kemaren?" tanya Daffa memastikan.
"kaga. tapi agak lecet, tambah jelek itu."
"jangan menghina vespa gua lu," dengus Daffa.
"ayo pulang." Kali ini Haru yang mengajak usai diam saja sejak tadi. Jalan mendahului Daffa dan Bian, keluar dari gang sempit itu. Terlihat di jalan besar ramai polisi serta anak-anak yang mengejar Daffa tadi.
"lu gua ikutin dari belakang," ucap Haru pada Daffa, lagi-lagi.
"ga usah," tolak Daffa cepat.
"bodo. ikutin aja, Ru. rumah lu berdua searah lagian," celetuk Bian.
"kaga usah—"
"diem, Daf. gua males, ga mau lu luka-luka sendirian lagi!" final Bian tanpa membiarkan si sohib membalas.
"LOH DAFFA! LU GAPAPA?!"
Teriakan melengking dari si ketua MPK yang datang berlari bersama si ketua OSIS.
"telat banget lu berdua," cibir Bian.
"lu berdua kenapa di sini?" tanya Haru heran.
"ya kita peduli, anjir!" Vano mencebik.
Walau tak begitu dekat dengan Daffa, tetap saja lelaki itu sedang dalam bahaya. Yang mereka lakukan sekarang, karena peduli.
🦋🦋🦋
"mau dong."
"ga mau."
"pelit banget."
"biarin."
Galang mendengus, ia menatap mau-mau pada jajanan yang tengah dimakan oleh Daffa.
"padahal kalo merasa bersalah mah pinjemin wearpack elu, terus ngurusin elu pas sakit udah cukup. ini mah dia mau beliin lu jajan aja," komentar Bian.
Plastik yang dititipkan Haru pada Galang kemarin, untuk Daffa, berisi banyak makanan ringan. Notes kecil di dalam plastik mengatakan untuk permintaan maaf pasal tarik tambang kemarin.
"Haru keliatan kayak gitu?" tanya Daffa heran.
"apanya?" balik tanya Bian bingung.
"keliatan kayak mau beliin gua jajan aja?"
"iya lah, anjir. keliatan banget! gitu aja musti ditanya?!" dengus Galang.
Daffa diam, hari ini tak bertemu Haru sama sekali. Bahkan saat pagi tadi lewat aula, ia tidak menemukan si empu di sana. Harusnya sekarang sudah ada karena final badminton dimulai, tapi Daffa malas keluar lagi.
"lu gua lihat-lihat santai amat, ga ikut lomba apa-apa?" celetuk Daffa pada Galang, tak mau terlalu memikirkan Haru.
"kelas dia didis lomba. ga pernah ikut emang, dasar otomotif." Jadi Bian yang membalas dengan emosi.
"maless. yang penting gua berangkat sekolah. lihat noh Andre dan kawan-kawan, malah pada bolos," sahut Galang santai.
"konsekuensi ngeskip lomba apa sih, Bi?" Daffa menatap Bian.
"beli tanaman loh."
"Daf."
Panggilan Galang menarik atensi Daffa. Terlihat temannya itu melirik-lirik pada pintu kelas.
Daffa sampai lupa jika sekarang ia berada di kelas Bian, yang satu kelas dengan Haru juga. Lelaki yang muncul terus dipikirannya itu kini terlihat juga akhirnya hari ini.
"buset diem doang nih?" celetuk Bian melihat Haru dan Daffa yang tak bertegur sapa, entah saling senyum, atau hanya tatap-tatapan.
"Bi, daripada lu nganggur mending bantuin Vano sama Divio ngurus voli air," ucap Haru tanpa menatap Bian.
Mampu membuat Bian mengubah ekspresinya, jadi masam. Tapi tetap berdiri, keluar tanpa membalas. Membiarkan Haru di dalam kelas, yang sibuk mencari sesuatu di tasnya.
"kita kudunya ikut keluar," celetuk Daffa pada Galang.
"nyamperin Joel aja ayo."
Keduanya pergi.
Keluar kelas, Daffa menyempatkan melirik Haru sekilas. Jelas lelaki itu menghindari bertatapan dengannya. Sedikit membuatnya sedih.
KAMU SEDANG MEMBACA
highway • harubby (another story about school life)
Teen FictionLembaran cerita tentang Haru, si murid STM yang meyakini di bumi ini tidak ada orang jahat dan orang baik, hanya berisi orang-orang sedang menjalani hidup. "menjalani hidup tuh nggak selalu harus tawuran, Daf." "gua bukan tawuran, Ru." "balas denda...