•34 - hari yang tak kunjung usai

335 68 21
                                    

Hal pertama yang menarik atensi Haru ketika sampai di Alfamart dekat rumahnya, adalah Galang, dengan hoodie putih, dan celana hitam, duduk di depan dengan memainkan ponselnya.

Mendengar suara motor Haru, lelaki itu terinterupsi, lalu memasukkan ponsel pada saku hoodienya. Lantas berdiri, tanpa membiarkan Haru turun dari motornya lebih dulu.

"ayo cari tempat aja, jangan di sini," ajak Galang.

"lu jalan kaki," cibir Haru.

"gua aduin Daffa."

"babi."

Andai Daffa tidak sepeduli itu, Haru akan tega membiarkan Galang berjalan ke tempat yang ia mau. Dan Haru sebagai oknum jahat hanya membuntuti dengan naik motor di belakang.

Mereka sampai, di danau. Sebenarnya karena sudah malam, tidak boleh ada yang masuk ke tempat ini. Tapi, apa peduli mereka. Tujuan Galang di sini sekarang, karena tempatnya sepi, tenang, dan nyaman untuk dipandang.

Galang duduk lebih dulu, pada salah satu kursi.

"coba tebak gua mau ngomong apa." Ia membuka percakapan lebih dulu usai hening begitu lama.

"seputar Daffa," jawab Haru singkat, turut duduk di sebelahnya.

Lagipula untuk apa Galang membicarakan hal selain Daffa, Haru tak akan peduli. Ia yakin pasti akan menjawab beberapa rasa penasarannya belakangan ini.

"Daffa, abang kandungnya udah meninggal. lu tau kan?" Galang menoleh, bertanya.

"iya tau."

Suara binatang-binatang malam menemani keduanya. Dan Galang, butuh beberapa detik untuk melanjutkan hal yang ingin ia bahas.

"korban tawuran waktu itu sebenernya ada dua." Ia menghela napas panjang. "satu abangnya Daffa, satu adeknya Dani."

"kenapa lu cerita ke gua?"

"gua tau lu sayang banget sama Daffa."









flashback on

"halo?"

Daffa, baru sampai rumah. Ia bahkan belum turun dari motornya ketika mengangkat telepon Galang sekarang.

"Daf... tolong..." Suaranya seperti menahan tangis.

Helm yang mulanya sudah dilepas, mendengar itu Daffa memakai lagi. "kenapa?" tanyanya tak santai.

"ke samping sekolah..."

"ADA APA?"

Bahaya memang, memutar balik motornya, melaju lumayan kencang untuk kembali ke sekolah, tanpa mematikan telepon. Keringatnya bercucuran, ia cukup paham dengan suara-suara di belakang Galang.

Karena sebenarnya pun Daffa sempat berpapasan dengan gerombolan anak-anak sekolah lain, tapi ia memilih pulang saja.

Jika dengan kecepatan normal dari rumah ke sekolah memakan waktu 20 menit, Daffa sampai hanya dengan 10 menit. Beberapa kali menerobos lampu merah, dan tak peduli akan klakson yang diberikan padanya.

Suasana kacau di sekolah. Ada kerumunan yang benar-benar sangat ramai, entah itu apa, diabaikan Daffa. Ia lebih memilih untuk segera ke samping sekolah.

Tibanya di tempat sepi itu, ia tak dapat menyembunyikan raut kagetnya. Daffa terjatuh, kakinya lebih lemas saat mengetahui ada Galang, dan di depannya satu orang anak berseragam sekolah lawan. Tubuh anak asing itu terbaring kaku di depan Galang.

highway • harubby (another story about school life)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang