•50 - kembali ke realita (end)

568 64 26
                                    

Siapa yang mengira akhir April ini —seharusnya jadi persiapan kelulusan untuk kelas 12 dan 13, justru dibumbui dengan berita tidak mengenakan dari sekolah mereka. Bahkan Haru sendiri mewanti-wanti tidak ada nama Daffa dalam daftar nama yang sedang disebut untuk maju ke depan saat upacara ini.

Padahal semalam, ia ingat Daffa mengiriminya pesan ingin tidur lebih awal setelah menikmati hari Minggu dengan di rumah saja —katanya.

"Daffa sama Galang, kalo perusahaan bokapnya gak ada kerjasama bareng sekolah kita, udah dikeluarin dari lama," ucap Gavin pelan, hanya kepada Haru karena tak ingin teman-teman lain mendengar.

Guru kesiswaan masih membacakan nama murid dan dari kelas mana murid itu, untuk maju ke tengah lapangan. Sejauh ini di antara lebih dari 15 orang, nama Daffa belum terdengar, Haru harap tidak.

"jujur ini tiba-tiba banget. kapan nyerangnya, Vin?" tanya Haru, sedih.

"semalem," jawab Gavin, ia mengerutkan alis kemudian. "kenapa tiba-tiba? kan tujuan Daffa sejak awal emang bales dendam? bukannya lu tau?"

Untuk kesekian kali, Gavin selalu menjadi orang yang tahu segalanya. Tapi tidak memberi tahu Haru sementara ia menganggap dirinya sedang dibodohi sekarang.

Walau situasinya sekarang, Gavin pikir Haru sudah tahu.

"Daffa bilang dia cuma jaga-jaga sama mereka. eh dibohongin gua," balas Haru, terkekeh sarkastik.

"Daffa Putra 12 TKL 1!!!"

Suara speaker pada ujung lapangan terdengar begitu lantang kala menyebut si pemilik nama. Kemudian dari tempatnya, Haru lihat Daffa keluar dari barisan kelasnya.

Ia kecewa sungguh. Setelah nama Daffa, tidak ada lagi murid yang dipanggil untuk maju.

Kepala sekolah tetap berdiri pada tempatnya, sementara 3 guru kesiswaan menuju ke tengah lapangan. Satu kali tamparan pada setiap anak membuat lapangan lumayan ricuh.

Saat satu guru mendekati bagian Daffa, Haru menunduk tidak ingin melihat. Menghela napas panjang, rasanya begitu sedih.
















🦋🦋🦋



















"bales dendam, gak ada habisnya. lu cuma bakal bikin mereka ikut bales dendam juga, habis mereka puas, gantian sekolah ini yang bales dendam lagi, gitu-gitu terus."

Sebenarnya Haru sedang marah, tapi ia tak tega Daffa wajahnya ketahuan luka-luka, ditambah tamparan keras oleh guru tadi. Pantas saja Daffa bilang hari ini ia akan bawa motor, alias tidak mau berangkat bersama Haru.

"nyawa mereka ga sampe ilang juga tuh. gua cuma mau mereka ngerasain yang dirasain Galang," sahut Daffa kemudian.

Duduk berdua, di dalam UKS. Mulanya Daffa hanya sendirian, tetapi Haru mengekorinya usai ia keluar dari ruang BK tadi. Memaksa untuk membantu mengobati lukanya walau dengan raut tak ramah.

"aslinya lu sama temen-temen lu itu disel 3 hari. tapi, kepala sekolah kapal nolak katanya itung-itung bales kematian Galang dulu gara-gara anak sekolah mereka. gua ga paham jalan otak warga sekolah sana tuh gimana..." ketus Haru, memberi tahu.

Daffa tidak berminat melanjutkan topik ini. Ia lega, otaknya tidak lagi dipenuhi teriakan untuk balas dendam. Padahal, jika nanti sekolah akan mengeluarkan, Daffa sudah siap. Keluar dari ruang BK saja, ia sudah membawa amplop putih, panggilan untuk orang tua.

Yang datang nanti adalah Mamanya, kesekian kali dipanggil ke sekolah.

"Daffa, denger guaaaaaaa!" Haru kesal, menggoyang-goyangkan pundak yang lebih tua.

highway • harubby (another story about school life)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang