•36 - minta maaf

339 61 4
                                    

Sekolah hanya tersisa 1 minggu lagi. Dan Haru ingin cepat-cepat liburan. Daripada setiap berpapasan dengan Daffa, lelaki itu menghindarinya. Haru tidak suka, padahal ia ingin menyelesaikan secara baik-baik.

Setelah kematian Galang pun semuanya berjalan, kembali seperti biasanya. Seolah tidak ada yang terjadi kemarin-kemarin. Lagipula siapa yang ingin berduka terlalu lama. Hanya Daffa sepertinya.

"Ru, terus bokap lu bakal ambil rapot lu gitu besok?"

Pembahasan teman-temannya mengenai rapot sejak tadi, Haru tidak mendengarkan karena fokus matanya pada isi kantin. Namun, begitu namanya disebut, ia menoleh.

"kaga, yang ambil nyokap gua," balas Haru nampak tak berminat.

"Ru, dicariin Vano tuh."

Lagi, Haru merotasikan bola mata malas. Ia berdiri usai melihat sosok Vano di ujung kantin. Melipat tangan di dada dengan pandangan kesal akibat wakil ketua MPK itu berjalan ke arahnya malas-malasan.

"lu ga angkat telpon gua!" seru Vano.

"sorry, hp gua dicas," sahut Haru.

Entah kemana Vano mengajaknya sekarang, ia tidak bertanya. Namun, alisnya mengkerut ketika lelaki itu kini membelokkan diri masuk ke ruang BK. Ia pikir akan menuju ruang meeting atau ruang OSIS.

Rupanya, di dalam ia lebih membulatkan matanya. Tak tahu kenapa ada Daffa di sana. Alih-alih ada guru BK pun, sekarang justru ada Aldo dan Bian.

"loh bu Dewi mana?" Vano juga kaget melihat mereka bertiga.

Daffa apalagi. Ia membuang muka, terlihat sekali tidak ingin menatap Haru.

"lagi ambil berkas apa gitu di ruang kepsek. lu berdua mau ngapain?" tanya Aldo heran.

"lu ngapain di sini?" Haru nampak sewot dengan Bian membuat lelaki itu menatapnya sebal.

"ambil surat mau keluar," sahut si wakil OSIS.

"siapa?" tanya Haru lagi-lagi.

Belum sempat Bian menjawab. Kini yang sejak tadi hanya diam, menoleh. Dari tingkahnya, ia hendak berjalan keluar.

"nanti aja gapapa dah, Bi. gua mau makan dulu."

Daffa, niatnya akan menerobos Haru dan Vano yang menghalangi pintu masuk dengan mendorong Vano saja. Namun, kini tangan kirinya ditahan oleh yang paling tinggi di sana. Sontak ia berhenti, mendongak kaget dengan tatapan tak terima.

"sama gua aja," ucap Haru.

"gak mau," tolak Daffa cepat.

"selesaikan urusan lu berdua di luar sekolah," potong Aldo sebelum terjadi perdebatan yang lebih panjang.

Tak peduli akan tatapan Daffa yang terlihat keberatan dengan ucapannya barusan.

"ya udah kalo gitu motor lu ambil besok aja. lu nebeng Haru," celetuk Bian tiba-tiba.

"gak mau!!" Daffa kesal, mencoba untuk melepaskan tangannya dari genggaman erat si anak kepala sekolah.

"mumpung lu pada di sini nyariin bu Dewi. bantuin gua bagi-bagiin surat dispen buat keperluan gelar karya besok Jumat dong," ucap Vano senang, akan adanya Aldo dan Bian.

Padahal tadi Aldo datangnya berbeda tujuan dengan Bian dan Daffa.

"ah elu, No. dadakan amat dah," kesal Aldo.

"ya gua mana tau kalo ada gelar karya. kirain beda kepsek beda kebiasaan," sahut Vano tertawa kecil.

Minggu terakhir sekolah sebelum pembagian rapot pun, tetap ada remidial bagi yang nilainya belum tuntas. Jadi tidak jam kosong sepenuhnya. Tidak ada penilaian akhir semester, karena pengambilan nilai rapot hanya dari tugas-tugas harian, praktek, dan ulangan mingguan.

highway • harubby (another story about school life)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang