Lapangan tampak begitu ramai. Ternyata pertunjukan teater dan musik mampu membuat isi sekolah mendekat ke lapangan. Menikmati setiap drama dan lagu yang ditampilkan.
"Daf, Juan nyanyi tuh."
Galang masih menyebalkan, dan Daffa hanya mampu merotasikan bola mata. Padahal ia suka penampilan Juan.
"yang bilang Juan lagi kayang siapa?" cibir Daffa.
Ditinggal Haru kembali ke belakang panggung, kini ia dan Galang sama-sama mendekat di keramaian. Tapi tidak yang penuh sekali dengan para manusia, setidaknya aman untuk mereka berdua yang memiliki luka.
"Daf..."
"iya?"
Dua-duanya diam kemudian. Daffa tidak suka situasi ini, ketika Galang menjadi lebih diam dari biasanya. Situasi yang pernah terjadi 2 tahun lalu usai Galang menelpon Daffa jika kakaknya menjadi korban tawuran.
Raut murung itu, kembali Daffa lihat sekarang.
"lu baik-baik ya sama Haru." Suara Galang terdengar usai beberapa menit.
"lu kenapa ngomong kayak gitu sih?" Siapa saja yang mendengar pasti membayangkan jika yang mengucapkan itu akan pergi jauh.
"gapapa. jangan ngurusin tawuran lagi," sahut Galang.
"ga pernah ya, sial."
"sorry kalo lu dikejar-kejar terus gara-gara gua."
Kali ini Daffa diam. Ia tidak mau membahas tentang itu. Galang, kemudian hanya diam sembari terus memandang ke arah panggung walau matanya kosong.
Daffa tidak suka.
🦋🦋🦋
"lu kenapa nunggu di luar?"
"suka-suka gua?"
"bukan lu mau kabur kan dari Haru?"
"sok nyimpulin banget sih."
Haru membuka pintu ruang meeting, berniat mengajak Daffa masuk saja di dalam. Tapi ia justru disambut perdebatan kecil oleh Gavin dan Daffa yang kini saling pandang tidak suka.
"kalian kenal?" Haru justru bertanya heran.
"Regan ada di dalem gak sih? gua butuh kunci gua," ucap Gavin tanpa menjawab pertanyaan itu.
Sama halnya Daffa memilih diam, lagipula pertanyaan Haru tidak penting menurutnya.
"Regan nemenin Jovan ke tata usaha." Bukan Haru yang menjawab, namun pacarnya.
Tak mengatakan apa-apa lagi, Gavin pergi mengabaikan raut bertanya oleh si sahabat.
"udah selesai?" Daffa mengalihkan atensi Haru.
"belum. masuk aja lu," ajak si empu setelahnya.
"gak mau ah. ga enak sama yang lain," tolak Daffa.
"ada Bian."
"gua di luar ajaa.."
Perdebatan hampir 5 menit mereka dimenangkan oleh Daffa. Sementara Haru kembali masuk ke dalam dengan mimik muka tak rela. Padahal pacarnya saja tidak keberatan.
Daffa duduk pada kursi depan ruang meeting. Netranya menangkap sosok si adik kelas yang terlihat berlari kecil mendekat ke arahnya. Masih dengan pakaian yang dipakai untuk pentas tadi.
"nyari siapa, Ju?" tanya Daffa heran.
"ga nyari siapa-siapa sih. kebetulan lihat lu aja," jawaban Juan membuat si kakak kelas mengangguk. "boleh gua duduk sini?" Sembari menunjuk tempat di samping yang lebih tua.
"ya boleh lah? kan umum," balas Daffa tertawa.
Hening menemani mereka beberapa saat. Otak Daffa tak fokus, sedang bertanya-tanya tentang Galang. Lalu Juan, memikirkan lelaki yang duduk di sampingnya ini sedang dalam mood baik atau buruk.
Ia ingin mengatakan sesuatu tetapi terus ragu.
"kemaren gua ketemu kakak lu." Tanpa disangka ternyata Daffa lebih dulu membahas hal yang ingin ia ucapkan.
"iya." Juan membalas pelan. "sebenernya kemaren kak Arfa sama gua," lanjutnya.
"oh..." Daffa diam. Ia menebak-nebak jika sosok Arfa itu sudah menceritakan kejadian kemarin pada Juan.
"makasih ya. katanya kemaren lu bantuin dia."
Ternyata tidak.
Sontak Daffa menoleh kaget. "gak. gua ga bantuin!" tolaknya kemudian.
"katanya bantuin kok!" seru Juan, senyumnya muncul seketika.
"Ju, gua ga bantuin," sanggah Daffa lagi. "gua—"
"ga mau masuk gara-gara mau berduaan sama dia?"
Lagi-lagi, Haru muncul saat Daffa hanya berdua, jika tadi dengan Galang, maka sekarang Juan. Bedanya, Haru cemburu pada Juan secara terang-terangan.
Lantas Daffa berdiri, seperti terpergok selingkuh saja.
"ga sengaja ketemu," ucap Juan menyadari raut tidak bersahabat dari si wakil ketua MPK-nya.
"lu kenapa belum balik?" tanya Haru ketus.
"gapapa?" Nada bicara keduanya berubah sama-sama sinis.
Dengan Daffa yang sudah menarik tangan Haru untuk masuk sejak ia berdiri, sekarang tangannya digenggam oleh yang lebih muda.
Garis merah antara Juan dan Haru, seperti yang dikatakan Galang rupanya benar.
"udah selesai," ucap Haru, kali ini pada Daffa.
"oh? ya udah ayo balik ajaaa," ajak Daffa memaksa.
Sebelum memutar badan, Haru kembali menatap Juan yang masih menatapnya tidak suka, namun juga heran. Kenapa ketuanya itu cemburu dengannya yang hanya anak kelas 10? Juan mendengus memikirkan itu.
Namun, tak dapat dipungkiri jika ia juga cemburu. Lebih dulu kenal Daffa, lebih dulu suka Daffa, tapi takdir Daffa lebih memilih Haru. Diam-diam Juan mendesah kecewa sembari terus menatap dua punggung yang berjalan menjauh.
"dunia lagi ga berpihak ke gua," gumamnya.
Setelah itu pintu ruang meeting terbuka lebar, banyak anggota OSIS dan MPK yang selesai rapat terakhir kini keluar untuk pulang. Salah satunya ada Bian, netranya langsung tertuju pada Juan yang masih duduk di depan.
"ga pulang, Ju?" celetuk Bian, menyapa.
"nanti," balas Juan tidak berminat. Begitu Bian ikut duduk di sampingnya, ia menoleh. "kak Arfa ngapain kak Daffa sampe bikin kak Daffa ga mau sama gua, kak?"
"ga ngapa-ngapain. emang Daffa aja ga suka sama lu, udah dibilang," sahut Bian santai.
"bukan gara-gara dia musuhin kak Arfa?"
Yang lebih tua membuang napas kasar. "jujur gua kasihan sama kak Arfa, disalahin sama Daffa, disalahin sama lu, padahal diem-diem aja. sekarang Daffa udah sama Haru, kalo emang dia bisa bales perasaan lu ya udah dari dulu. nyatanya suka kan ga bisa dipaksain, Ju. move on."
KAMU SEDANG MEMBACA
highway • harubby (another story about school life)
Teen FictionLembaran cerita tentang Haru, si murid STM yang meyakini di bumi ini tidak ada orang jahat dan orang baik, hanya berisi orang-orang sedang menjalani hidup. "menjalani hidup tuh nggak selalu harus tawuran, Daf." "gua bukan tawuran, Ru." "balas denda...