AS 30

6.5K 389 30
                                        

ga kerasa anjir 30, padahal dulu mau nulis cerita ini tu mikirnya belasan ch udah end.

ga kerasa anjir 30, padahal dulu mau nulis cerita ini tu mikirnya belasan ch udah end

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

# # # # #

"Bagaimana kabarmu?" Sean tersenyum cerah, "Baik, jauh lebih baik dari sebelumnya. Oh iya om, Sean mau ngucapin makasih banyak, sebenernya mau ngomong dari setengah tahun lalu, tapi om ilang. Oiya, saran dari om juga udah gue terapin, sekarang gue punya banyak banget temen. Makasih makasih banyakk"

Bagas terdiam, sungguh ia baru menyadari jika Sean secrewet ini, namun tak urung ia menarik sudut bibirnya membentuk senyuman tipis, sangat tipis bahkan Sean yang sedari tadi menatapnya tidak menyadari hal itu.

"Oiya om tau? Gue punya temen namanya Ed-" terlalu kalut dengan pikirannya, Bagas sampai tidak sadar jika ia menggerakkan tangannya untuk mengelus kepala Sean, Sean yang sebelumnya asik mengoceh tanpa memberi kesempatan Bagas untuk menjawab kini terdiam.

Ditatapnya wajah tanpa ekspresi Bagas yang menatapnya dengan tatapan rumit. Dia terus menatap mata pria itu sampai dirinya sendiri yang memutus kontak mata, bahkan Bagas masih belum selesai memproses apa yang terjadi.

"Om?" panggilan Sean membuat Bagas cepat cepat menarik tangannya, "Apa yang aku lakukan?" batin Bagas menatap telapak tangannya yang tadi menyentuh kepala Sean.

"Maaf"

"Lagi" batin Sean, jujur saja entah kenapa ketika tangan Bagas mendarat mulus dikepalanya rasanya seperti tubuh Sean dialiri listrik, namun rasanya sungguh membuat hatinya hangat.

Sean segera menggelengkan kepalanya, "Gapapa om. Om cape ya? maaf malah harus dengerin Sean ngoceh"

Kali ini giliran Bagas yang menggelengkan kepalanya, bukan begitu maksudnya sungguh.

"Bukan begitu maksudnya. Saya seneng denger kamu banyak ngomong seperti ini" Sean tersenyum cerah kala mendengar ucapan Bagas yang menatapnya dengan senyuman tipis.

Entah apa yang mereka obrolkan, sampai matahari berganti bulan dua pria berbeda usia itu masih asik dengan topik pembicaraan yang mereka bicarakan.

Jika orang lain melihat mereka saat ini, mungkin akan menduga jika Sean adalah sugar babynya Bagas. Sebenarnya ada opsi lain tentang bagaimana orang memandang mereka, seperti ayah anak misalnya? tetapi jika mereka adalah ayah dan anak, kenapa memilih mengobrol berjam jam di cafe? bukan dirumah?

Obrolan mereka harus terhenti saat ponsel yang ada di saku Bagas berdering tanda ada panggilan masuk, saat Bagas membuka ponselnya, ia di kagetkan dengan sesuatu.

"Ternyata sudah cukup lama" guman Bagas menatap ponselnya yang menampilkan waktu saat ini, mendengar itu Sean melihat sekitar, "sudah gelap" pikirnya, sungguh dia tidak sadar jika menghabiskan waktu selama itu.

"Sebentar ya" Sean mengangguk melihat Bagas yang mengangkat panggilan di ponselnya, Bagas tersenyum manis. Jujur Sean sempat menegang saat melihat senyuman itu, saat bersama dirinya tadi Bagas hanya tersenyum tipis tidak secerah sekarang.

Aseano Samudra [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang