Ramein sama komen dan like doong.
Biar cemumut Kakak.🍂🍂🍂
Dinar hanya bisa duduk lemas dalam pelukan Alana. Pikirannya kosong. Tangisnya memang sudah berhenti, tapi bahunya masih terguncang. Sementara Bas, yang sedang menyetir di depan, berkali-kali melihat dari spion tengah. Dia bahkan tidak tahu harus ngomong apa, yang dia lakukan hanyalah bergerak cepat, mengantar adik sahabatnya pulang ke rumah. Perasaannya sendiri masih kacau, tak menyangka, Rav pergi secepat ini.
Jika dia saja masih syok, apalagi Dinar, yang kehilangan dua sekaligus.
Begitu sampai bandara, sudah ada seseorang yang menunggu di parkiran terminal satu. Alana membantu Dinar turun, dia berencana ikut ke Malang. Meski tak sempat pulang untuk mengambil baju dan juga koper milik Dinar. Mamanya bilang, akan menyusul bersama Papa, takziah sekaligus membawa barang-barang Dinar yang masih ada di rumah.
Sebelum turun, Bas mengambil kacamata hitam yang ada di dashboard. Melirik Dinar yang sempoyongan saat keluar dari mobil.
"Pakai ini." Dia menyerahkan kacamata itu, membuat Alana dan Dinar tertegun sesaat.
"Terima kasih, Om."
"Mas," kata Bas kalem. "Mas Bas, kalian silahkan panggil saya begitu."
Alana dan Dinar mengangguk barengan. Jika situasinya tidak seburuk ini, keduanya pasti akan meroasting pria ini. Saat ini, jangankan meroasting, bisa jalan saja rasanya sudah luar biasa. Apa yang sebenarnya terjadi, Dinar tak tahu. Bagaimana bisa Ayah dan Mas Rav meninggalkannya tanpa pesan apapun.
"Bawa mobilnya balik, saya belum tahu berapa hari di Malang." Bas menyerahkan kunci pada seorang pria muda, yang dijawab dengan anggukan kepala.
"Pak Yudis sudah di tempat." Pria muda itu berjalan di sebelahnya dengan langkah tak kalah lebar.
"Good." Bas berjalan tergesa, tapi kemudian berhenti saat menyadari Alana dan Dinar tertinggal di belakang.
"Mas, pelan-pelan," pinta Alana yang kesusahan menggandeng Dinar yang berjalan seperti tak ada tenaga.
Bas menggaruk kepalanya, sedikit menggigit bibir bawahnya. Sebuah kebiasaan sejak kecil, ketika dia sedang bingung ataupun memikirkan sesuatu.
"Saya gendong saja gimana?"
Dinar dan Alana kompak menatapnya dengan terkejut.
"Boleh deh, Mas, biar cepet." Alana dengan cepat menyetujui.
"Heh?" Belum sempat Dinar protes pada sahabatnya, tangan Bas sudah lebih dulu mengangkat tubuhnya yang terasa seringan kapas. Gadis itu memekik kaget. Sudah kepalanya masih blank, tiba-tiba digendong pria tak dikenal, disetujui Alana yang meringis pula.
"Darurat Din, kita harus cepat pulang," kata Bas sambil melangkah masuk bandara. Jantung Dinar berdebar kencang sekali. Mas Rav, temenmu ini kurang ajar sekali. "Kamu boleh marah kalau sudah sampai rumah."
Keduanya berpandangan sebentar, sebelum akhirnya Bas fokus dengan jalan yang ada di depan mereka. Melewati beberapa orang yang memperhatikan mereka dengan senyam-senyum. Mungkin, dikira sedang syuting film.
Alana memperhatikan kemana mereka menuju. Saphire precious Lounge, yang terletak di kawasan terminal satu Bandara Soekarno hatta. Tempat khusus keberangkatan dan kedatangan penumpang jet pribadi.
Baru pertama kali Alana melihat lounge ini. Namun, tak ada waktu untuk mengagumi.
"Sebelah sini, Pak." Pria muda yang bersama mereka mengarahkan jalan. Setelah melewati lounge, Alana sempat takjub melihat jet pribadi terparkir di sana. Sekali lagi, jika situasinya tidak kelabu seperti ini, dia dan Dinar pasti akan memanfaatkan kesempatan untuk ber-selfie ria. Kapan lagi? Bisa naik jet pribadi seperti ini? Dan dipamerin di Instastory.
KAMU SEDANG MEMBACA
Housemate
RomanceWarning : Adult romance. Kehidupan Dinar Tjakra Wirawan berubah, setelah Ayah dan kakak laki-lakinya meninggal. Impiannya yang ingin menjadi seorang News anchor harus kandas, karena mau tidak mau, dia harus belajar menjadi seorang hotelier, dan me...