9.🍬 candy on coffee beans 🫘☕

32.4K 3.1K 188
                                    

Sorii, mulai deh writer block 🥺 Jadi seret-seret nulisnya.
Kalian masih nungguin kan?

 Kalian masih nungguin kan?

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

🍬☕

Setelah ribut dengan Dinar, Bas masuk kamar dan merebahkan badan di atas tempat tidur. Matanya mengantuk, tapi pikirannya berisik. Tak pernah terpikir sebelumnya akan terlibat dengan adik sahabat lamanya. Apalagi, bukan hanya keterlibatan yang biasa. Dinar kehilangan dua tulang punggung yang selama ini mengayomi,  sementara Om dari pihak Ayah yang seharusnya menjadi wali dan menjaganya, kabur meninggalkan hutang.

Tidak mudah di posisi Dinar, dan dia salut, gadis itu masih berdiri tegak dan mendatanginya ke Jakarta. Hanya untuk meminta pendapat. 

Haruskah dia bangga karena tiba-tiba ada perempuan yang menggantungkan harapan padanya? 

"Gak tahu lah. Ngantuk gue." Bas memejamkan mata dengan erat, berharap bisa terlelap.

Sementara itu di kamar tamu, setelah mandi dengan sabun yang melimpah. Dinar menyemprotkan parfum pada baju yang baru diambilnya dari koper. Setelah beberapa kali semprot, mendadak dia jadi ragu sendiri.

"Kebanyakan gak ya?" Hidungnya mengendus-ngendus kemeja warna pastel di tangannya. "Kalau kebanyakan, nanti malah di roasting." 

Dinar masih gondok karena dibilang bau asem. Apalagi yang ngomong cowok ganteng. Meski Dinar tak ada perasaan apapun, tetap saja rasanya kesal, ketika ada laki-laki yang menilai tubuhnya bau. 

"Apa dia gak punya saudara perempuan? Menyebalkan, mulutnya kayak kehabisan kampas. Jadi rem blong. Kesel sendiri jadinya."

 Dinar melempar bajunya kembali ke atas koper yang terbuka, lalu merebahkan badan di atas tempat tidur. Matanya menerawang, menatap langit-langit kamar.

"Mas Bas beneran gak lihat, apa pura-pura gak lihat biar enggang canggung ya?"

Mulutnya masih bermonolog. Teringat kembali perkataan Bas yang seolah tidak melihat tampilan Dinar malam itu, saat memakai tank top tanpa dalaman sama sekali. Jika teringat kembali, rasanya pengen menggali tanah dan bersembunyi di dalamnya.

"Bodo amatlah. Anggap aja dia beneran gak lihat. Biar aku juga tenang di sini." Matanya memindai sekitar. 

Aroma kamar tamu yang maskulin membuat jantungnnya berdebar. Astaga! Dinar tak menyangka kalau berdua saja dengan pria asing, di tempat yang asing.

Tanganya meraih ponsel di atas nakas, dan menghubungi Alana. Memberi kabar kalau akan menginap di rumah gadis itu, setelah urusannya di sini selesai. Namun, alih-alih mengiyakan, sahabatnya itu justru tertawa saja. 

"Mending di sana saja deh. Siapa tahu jodoh sama Mas Bas." 

"Hah? Jodoh? Ngawur kamu! Pokoknya aku ke rumahmu, karena aku gak mau dibilang kumpul kebo."

Dinar sudah cerita tentang omongan Fathan yang menyebalkan.

"Kumpul kebo kalau nina ninu. Kan kamu cuma numpang sebentar,  beda kamar. Kecuali kalau tiba-tiba kalian kesetrum."

Housemate Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang