"Ini aneh." Bas mengajak Aji bertemu keesokan harinya. "Pak Thamrin sudah membocorkan info tentang siapa suami Dinar, seharusnya kalau Umar penasaran, dia pasti segera cari gue, kan?"
Mereka bertemu di sebuah rumah makan, agar pembicaraan lebih aman dan leluasa.
"Seharusnya, lo dengerin permintaan istri lo, deh, Bro. Gak usah berurusan dengan pamannya yang biadab itu."
"Gak bisa." Bas menyandarkan punggungnya. "Gue feeling, kecelakaan Rav ada hubungannya dengan pamannya itu. Jalan yang menjadi TKP adalah jalan yang seharusnya jalur lambat karena berada setelah perempatan. Posisi motor RAV saat jatuh, kalau berdasar BAP ---berita acara pemeriksaan--- yang gue baca, berada di radius lima puluh meter dari lampu merah. Dia baru belok Bro, dan dihantam dari belakang. Wajar gak, menurut lo?"
"Wajar." Aji menyesap kopinya. "Bemper gue juga pernah diseruduk dari belakang, tepat setelah belokan. Pelakunya cewek. Mobilnya matic."
Bas berdecak. "Seruduk dan hantam beda, Bro. Mobil lo bisa dibawa ke ketok magic, sementara ini nyawa. Rav sampai terpelanting dan dihantam mobil lain, artinya memang tabrakannya cukup keras dan di sengaja."
Sebenarnya, Aji juga memiliki pemikiran yang sama. Hanya saja, dia tak ingin Bas terlalu fokus mengejar Umar, hingga mengabaikan keselamatan mereka sendiri. Mereka bahkan tidak begitu mengenal pria itu, dan bagaimana sepak terjangnya saat ini.
"Umar sekarang anggota gembong mafia terkenal paling brutal di sini, Bas. Sudah jadi rahasia umum dikalangan preman, kalau permainan mereka dark. Obat-obatan, kekerasan, bahkan bisa pembunuhan. Konon katanya, banyak pengusaha yang menggunakan jasa mereka di bawah tangan untuk menyelesaikan urusan bisnis gelap. Gue gak tahu, posisi dia di sana se penting apa. Jadi, lo harus hati-hati. Jangan sampai, nyawa lo hilang, atau lo kena fitnah karena dianggap bagian dari pengedar."
Aji memberi peringatan dengan suara rendah agar tidak ada yang mendengar.
"Gue gak akan masuk ke sarang mereka, makanya gue berharap, Umar yang nyamperin gue."
"Mau lo kasih duit supaya gak ganggu, Dinar, gitu?"
"Mau gue jeblosin penjara."
"Lo gak punya bukti, Bro. Mau lo seret sebagai tersangka tabrak lari? Bukti lo gak ada. Mau lo seret sebagai apa? Pengedar? Lo harus masuk dulu ke sana untuk membuktikan dan menyeretnya. Resikonya gede. Genk mereka tak semudah itu ditemukan. Hanya namanya saja yang terkenal diantara kami para preman ini. Tapi siapa ketua, markasnya, tidak sembarangan orang bisa tahu. Keganasan mereka beredar dari mulut ke mulut. Gue saja mendapatkan info soal Umar, secara tak sengaja. Saat gue booking cewek di rumah bordil."
Bas memijit pelipisnya. Pening sendiri.
"Sekarang gue gak bisa ke sana, nama gue di black list karena lo berulah," imbuh Aji. "Mucikari mereka gak mau tempat itu kena grebek."
"Baguslah, memangnya lo gak takut kena penyakit?"
Aji berdecih. "Bini lo sekarang dimana?"
"Di rumah. Dinar sedang semangat mengikuti seminar bisnis secara daring. Kenapa?"
"Baguslah. Karena feeling gue, bukan lo yang dicari Umar, tapi Dinar. Bisa saja, pria itu sengaja tidak menampakkan diri di depan lo, tapi mengawasi lo diam-diam. Dia mencari tahu dimana lo tinggal, dan saat lo gak ada, dia mendatangi keponakannya."
"Memangnya, dia masih punya muka ketemu Dinar?"
"Kalau dia jenis pria manipulatif, jelas punya muka, Bas. Jangan biarkan Dinar keluar apartemen sendirian."
"Dinar aman. Unit gue, keamanannya bagus. Dinar tidak akan kemana-mana, karena dia tidak tahu jalanan Jakarta. Kalau toh keluar, dia selalu bersama Jess, Mami atau temannya Si Alana."
![](https://img.wattpad.com/cover/359748636-288-k293138.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Housemate
RomanceWarning : Adult romance. Kehidupan Dinar Tjakra Wirawan berubah, setelah Ayah dan kakak laki-lakinya meninggal. Impiannya yang ingin menjadi seorang News anchor harus kandas, karena mau tidak mau, dia harus belajar menjadi seorang hotelier, dan me...