39. Bangun, Mas! Shubuh

40.8K 3.1K 280
                                    

Agak dewasa

***

Dinar mengerang pelan. Tubuhnya terasa panas setiap Bas menyentuh kulitnya. Meninggalkan bekas kemerahan, dan desiran aneh dalam dirinya. 

"Mas… " Suara pelan itu tak membuat Bas berhenti menyentuh apapun yang saat ini berada dalam kuasanya. Badannya yang lebih besar mengungkung dari belakang, dengan kucuran air hangat yang mengalir dari shower di atas mereka. 

"Hmm?" Bas menggigit leher Dinar, sementara kedua tangannya memijat pinggang ramping istrinya. 

"Geli."

"Kamu capek katanya." Bas berbisik, dan menggigit pelan telinga istrinya. "Aku bantu lemesin badan kamu."

"Ini sih bakal lemes selemesnya."

Bas tertawa kecil. "Jangan banyak omong, ini kamar mandi."

"Kamu juga ngapain buka kelas malam di sini." Dinar melenguh, saat dadanya diremas pelan dari belakang, dan bibir suaminya membuat tanda di bahu. "Gak capek?"

Mereka baru sampai di Kota tempat Leni berada sekitar jam delapan malam dan langsung check in di sebuah hotel. Melepas lelah. Namun, bukannya segera istirahat, Bas justru mengajaknya mandi bareng.

"Aku gak capek kalau urusan ginian, Din." Tangan kanan Bas meraba paha Dinar, membuat istrinya lagi-lagi melenguh pelan. Menengadah dengan memejamkan mata. Ekspresi yang membuat hasrat Bas kian tersulut. Tangannya terus bekerja dengan aktif, membuat miliknya tegang sempurna. 

"Kita try out ya, ujian pelajaran yang terakhir kali," bisiknya. "Enggak sampai masuk, biar mereka makin terbiasa. Kalau tak kenal katanya tak sayang."

"Makna pepatahnya jadi berubah, kalau kamu yang ngomong, Mas."

Bas tertawa kecil. Dia menjauhkan tubuhnya dan itu membuat Dinar sedikit bisa bernafas lega. Namun, Bas menjauhkan tubuh bukan untuk berhenti.  Tangannya mematikan kran shower, lalu menekan dispenser sabun, dan menggosoknya secara seduktif. Awalnya bahu, turun ke punggung. Menggosok lembut hingga berbusa. Mengambil sabun lagi, kali ini sasarannya bagian depan. 

Dinar hanya bisa menahan dirinya dengan memegang dinding kamar mandi. Kakinya terasa lemas. Jika tangan kiri Bas tidak melingkar di perutnya, mungkin dia bisa merosot jatuh. Setiap sentuhan nakal itu mengalirkan kejutan listrik, membuat bagian antara kedua kakinya yang masih memakai secarik kain,basah. 

Mereka sudah pernah seintim ini sebelumnya. Namun, di atas tempat tidur miliknya. Saling menyentuh, berkenalan pada setiap titik sensitif, hingga sama-sama meledak. Bas belum mengajaknya mencicipi hidangan utama. Namun, Dinar sudah bisa membayangkan akan sepanas apa nantinya, kalau pembukaannya saja sudah seperti ini. 

"Sekarang gantian, Din. Kamu yang sabunin, aku." Bisikan provokatif  itu membuat jantung Dinar berdebar kencang seperti mau perang. 

***

"Semalam sudah, pagi pun minta lagi." Dinar menggerutu sambil mengeringkan rambut suaminya.

Bas meringis. "Akumulasi seminggu, Din."

Dinar melotot, lantas dengan sengaja mengarahkan ujung hair dryer yang mengalirkan hawa panas ke telinga suaminya. Meski tidak dekat, tetap saja membuat Bas berjengit kaget. 

"Panas." Bas mengeluh seperti anak kecil sambil mengusap-usap telinganya sendiri. 

Astaga! Dinar refleks tertawa dengan tingkah lucu di depannya. Badan gede,  suara ngebas, kalau manja beneran seperti bocah.

"Udah kering, nih." Dinar mematikan hair dryer nya. "Mas ganti baju sana, aku mau ngeringin rambutku dulu." Tangannya menepuk bahu suaminya. 

"Aku bantu." Bas berdiri dan hendak meraih hair dryer di tangan Dinar. 

Housemate Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang