18. Meminta Restu

30.7K 3.3K 361
                                    

👰‍♀️🤵‍♂️

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

👰‍♀️🤵‍♂️

Bas menelpon saat Dinar masih menunggu pria itu di tempat yang sama. 

"Aku harus ke Grand Royal sebentar, kamu tunggu di ruangan kamu saja. Jangan keluar kalau ada pria asing yang nyari Umar."

"Lama?" tanya Dinar, sambil melirik jam tangannya. Satu jam lagi, orang yang kemarin berbuat onar akan datang. Meski Dinar sudah lebih tenang, tetap saja dia khawatir, kalau akan kembali terulang peristiwa yang sama. Dan apa tadi yang Bas bilang?  Pria asing nyari Umar? Artinya orang baru lagi dan bukan yang kemarin? 

"Enggak. Aku balik sebelum jam sepuluh."

Dinar menghela napas panjang. Lucu ya? Hatinya akhirnya mengakui kalau butuh pria itu untuk menjaganya, selain uangnya tentu saja. 

"Okay."

Setelah pembicaraan berakhir, Dinar menghela napas panjang. Daripada bengong dan menunggu Bas balik, lebih baik dia memikirkan cara untuk menyampaikan pada Ibu, tanpa membuat perempuan yang sudah melahirkannya itu curiga. Meski rasanya sulit, karena orang tua pasti punya feeling yang kuat, terutama Ibu. Jika ada hal yang tidak beres, terjadi pada anak-anaknya.

Setelah menghabiskan tehnya, Dinar beranjak ke mini bar restoran. Mengecek bagian dapur, lalu kembali ke ruangannya.

***

Bas menepati janji, pria itu muncul di ruangan Dinar lima belas menit sebelum janji temu dengan Si Pak Tua sipit. Pria paruh baya yang terlihat arogan. Namun, seketika menciut seperti anak kelinci setelah berhadapan dengan Bas. 

"Kamu sudah hubungi pria itu agar membawa bukti perjanjian dengan Umar saat dia investasi kan?" Tanpa basa-basi, Bas langsung menyeret kursi dan duduk di depannya. 

Dinar mengangguk, kemarin, dia sudah menghubungi pria bernama Kuncoro itu. Untung kartu namanya masih disimpan Pak Thamrin. 

"Sudah."

"Good."

Dinar tertarik dengan map coklat yang baru saja diletakkan Bas di depannya. 

"Surat perjanjian, aku tidak mau rugi, dengan mengeluarkan uang lima milyar untuk pria seperti itu."

Seolah paham tatapan Dinar yang penasaran dengan isi amplop itu, Bas menjelaskan tanpa diminta. Wajah Dinar seketika berubah. Mau bagaimanapun juga, gadis itu merasa sudah merepotkan. 

"Aku meminta dia, untuk tidak menganggumu lagi, dan membantu kita mencari Umar. Akan ada imbalan yang pas. Wajahmu jangan seperti itu, aku tak suka, Din."

Dinar menghela napas besar. Dia berjanji di dalam hati, akan menjadi istri yang menyenangkan untuk pria ini. Apapun akan dilakukannya,  untuk melindungi keluarga dan tempat ini.

"Aku cuma kaget saja, Mas. Duit lima milyar, sudah kayak duit beli cendol dawet saja buat kamu."

Dahi Bas mengernyit. "Cendol apa?"

Housemate Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang