32. Kita ulang sampai terbiasa.

40.3K 3.2K 202
                                    

🔞

💓💓💓

Sepulang Jess, Dinar merapikan rumah. Beruntung, tiap Jess ke rumah, tak pernah memergoki kalau dia dan Bas menempati kamar yang berbeda. Meski tiga hari ke belakang, dia dan suaminya sudah tidur bersama. Berawal dari kram perut karena datang bulan, tragedi kedatangan diki, sampai tadi malam.

Pukul sembilan malam, saat dia masih asyik membaca di depan televisi yang menyala, suara smart lock door membuatnya menoleh. Deretan angka yang membuat pintu itu terbuka.

Bas muncul dengan wajah lelah. Salamnya terdengar lirih. Dinar memperhatikan penampilan suaminya dengan seksama, lantas terkesiap saat pria itu sudah menghempaskan diri di sebelahnya.

Kancing kemeja bagian atas terbuka, dengan dasi maroonnya yang sudah longgar. Kemejanya sudah tak serapi tadi pagi, sudah keluar semua dari tempatnya. Meski begitu, aromanya masih wangi.

"Sudah makan?" tanya Dinar. Teringat lagi dengan pesan Jess tadi sore, agar memperhatikan pola makan Bas ketika sibuk.

"Sudah. Lebih enak masakan kamu, Din. Daripada masakan hotel." Bas melepas dasinya dan menyandarkan punggung serta kepalanya yang terasa pusing. Seharian meeting membuatnya sangat lelah.

"Mandi dulu deh, biar segar."

"He em, bentar." Bas melirik tablet yang ada di tangan Dinar. Tablet itu dipegang erat, dan sedikit dijauhkan, seolah takut terlihat isi layarnya.

"Lagi lihat apa? Kok gitu pegang tabletnya?"

"Gak lihat apa-apa. Cuma baca-baca komik saja."

"Komik?"

"Iya, webtoon."

Bas tidak tahu, seperti apa webtoon itu. Dalam bayangannya, ya jenis komik-komik masa remaja yang pernah dibaca Jess.

"Bisa minta tolong dibuatkan jahe hangat, Din?"

"Oke, Mas mandi dulu, deh." Dinar bangkit, sambil membawa tabletnya pergi. Membuat Bas kian penasaran, apa yang sedang dibaca istrinya, sampai membawa benda pipih itu ikut ke dapur.

***

"Mas, tidur di sini lagi?" Dinar mengernyit saat Bas masuk ke kamarnya, dengan rambut berkilauan karena basah. Seketika aroma wangi sabun dan sampo memenuhi indra penciuman Dinar. Sangat wangi. Entah berapa kilo yang dipakai pria itu, hingga aromanya semerbak setiap selesai mandi.

"He em." Bas akan naik ke atas tempat tidur, tapi dengan cepat Dinar menahan.

"Jangan! Rambutnya basah, sini dulu." Mau tak mau, Dinar turun dari tempat tidur, mengambil hair dryer dari laci kabinet, dan menancapkannya pada colokan. "Duduk."

Bas menurut, duduk di atas kursi. Memunggungi istrinya.

"Jangan dibiasakan, kalau rambut masih basah, langsung tidur." Dinar mulai mengomel sambil menyalakan hair dryer. "Bikin bantal basah, bau, jamuran. Lagian, masa bisa nyenyak sih? Tidur dengan rambut basah."

"Biasanya aku keringin, hari ini males saja. Capek, ngantuk."

Hmmm. Kelihatan sih memang, wajahnya terlihat suntuk.

"Kamu baca komik apa sih? Kelihatannya serius banget."

"Oh, itu-" Dinar ragu, apakah menjawab jujur atau tidak. "Komik romance gitu deh."

"Oh. Jess jadi ke sini?"

"Jadi, sama anaknya. Dia lihat paper bag dari Kak Ros. Maaf, kalau akhirnya dia tahu Kak Ros ke sini."

"Gak papa. Responnya gimana?"

"Ya, dia gak suka saja, Kak Ros kasih tiket kamu. Respon yang wajar menurutku, dan masuk akal. Sebab, Kak Ros public figure. Jess takut, kalau ada yang merekam dan mengunggah di sosial media."

Housemate Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang