22. Onde-onde cemplung

42.2K 3.8K 447
                                        

Teman pengantar tidur.
Selamat membaca.

🍘🍘🍘

"Bangsat, lo."

Dinar yang sedang duduk di sofa single dan asyik membaca buku, langsung berjengit kaget saat pintu ruang kerja Bas terbuka, dan empat orang pria masuk dengan wajah emosi.

Satu diantaranya langsung menarik kerah kemeja Bas yang baru saja berdiri menyambut kedatangan mereka.

"Lo gila ya? Lo nikah gak kabari kita?"

"Mana? Mana cewek malang itu, mana?" Satu diantara yang lain mengedarkan pandangan dan terpaku saat melihat Dinar yang menatap mereka dengan bengong.

"Oh Hai." Seketika wajah si pria berubah manis, dan pusat perhatian semua lelaki di ruang ini pun berubah. "Rendra." Pria dengan rambut agak gondrong dan terkucir kecil itu berjalan mendekati Dinar yang langsung berdiri.

Bas melotot, tubuhnya terhalang Diki yang masih mencengkeram kerah lehernya.

"Gak usah ditanggapi Din. Tangannya najis," titahnya cepat. Berusaha melepaskan diri dari Diki yang uring-uringan, karena merasa Bas mengkhianati kejomloan mereka.

Siang ini, semua temannya yang tergabung dalam grup pecinta janda, tiba-tiba datang begitu tahu kalau Bas sudah kembali ke Jakarta. Tanpa pemberitahuan sebelumnya, mereka lansung menggeludruk ke kantor.

"Hmm, najis ya?" Rendra berbalik dan menatapnya dengan senyum sinis. "Tangan lo sendiri apa gak najis, Bas? Sudah berapa wanita yang lo mainkan? Dan bisa-bisanya menipu gadis sepolos ini?"

Bas makin melotot. "Jangan didengerin Din, itu fitnah."

"Mana ada maling ngaku." Kali ini Andre si akuntan ikut-ikutan bersuara. "Dia ini Din, playboy kelas kakap. Ceweknya rentengan. Hobi dugem."

Semuanya mengangguk kompak, barulah Dinar menyadari kalau empat orang ini pastinya sahabat-sahabat Bas. Biasanya teman dekat, adalah orang yang paling menistakan satu sama lain, tapi paling gercep kalau terjadi sesuatu yang buruk pada temannya. Seringkali terlihat berantem, padahal aslinya solid.

"Mana ada?" Bas masih mengelak.

"Kan, mana mau dia ngaku kalau pacarnya rentengan." Andre mencibir.

"Rentengan ya? Hobi dugem juga?" Dinar pura-pura terpengaruh.

Andre mengangguk. "Lo kasih lihat fotonya, Ndra," titahnya pada Rendra, yang posisinya lebih dekat dengan Dinar. "Kasih lihat foto Bas mabok mangku cewek di bar."

"Kapan gue mabok mangku cewek??" Seketika Bas panik. Awal bertemu teman-teman gilanya ini, dia memang masih suka minum. Tapi sumpah demi apapun, untuk urusan perempuan, dia yang paling jaga jarak aman.

"Namanya juga mabok, mana inget lo cipokan sama cewek di depan umum." Beni ikut-ikutan menistakan sahabatnya.

Bas terdiam, mengingat kembali apakah pernah terjadi hal memalukan seperti itu. Akan tetapi, dipikir sampai pusing pun, dia merasa tidak pernah melakukannya.

Ah sial!! Teman-temannya sedang ngerjai.

Mata elangnya memandang Dinar. Perasaannya tiba-tiba tidak enak. Mata gadis yang ada di depannya terlihat syok. Entah apa yang sekarang ada di dalam pikiran istri kecilnya.

"Kamu percaya?" tanya Bas dengan suara rendah, ada nada ragu karena khawatir gadis di depannya salah paham dan percaya dengan omongan teman-temannya.

Dinar menghela napas besar. "Enggak," jawabnya lempeng.

Bas tertawa, merasa puas melihat wajah sahabat-sahabatnya yang gagal mengerjai istrinya.

"Bini gue mentalnya tangguh." Sombongnya. "Mana? Mana foto gue yang cipokan sama cewek? Mana? Kasih lihat. No pict, hoax."

Housemate Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang