Kalau setelah membaca ini, kamu ikutan spaneng dengan tingkah Dinar, silahkan minum aspirin lebih dulu. 😌
🐂🐂🐂
"Seat belt."
Dinar buru-buru memakai sabuk pengaman setelah duduk di samping Bas. Jantungnya berdebar tak karuan. Beberapa kali dia melirik, tapi pria di sampingnya tetap diam. Kenapa Semesta sebercanda ini? Bisa-bisanya dia ngibul di antara Bos dan karyawan.
Pasti Mas Bas marah. Pastilah. Pasti marah. Dinar mengoceh sendiri di dalam hati. Meski sisi hatinya yang lain bersyukur, karena pria ini ikutan ngibul. Ya kali, beneran di bawa ke depan orang tuanya. Namun, disisi lain dia takut. Diam-nya Bas seperti ingin menelan orang hidup-hidup. Dinar ngeri.
"Ng–tadi itu—" Dia mencoba memulai obrolan meski gagap.
"Kamu ke Jakarta mau ketemu aku, kenapa tidak ngabari dulu?" Belum selesai ngomong, sudah di sela dengan dingin.
"Itu—" Dinar menghela napas panjang, ingin berterima kasih dan menjelaskan tingkah randomnya tadi, tapi sepertinya Bas tidak tertarik. Dinar bahkan seperti bisa melihat dua tanduk di kepala Bas, lengkap dengan asap mengepul di atasnya.
"Aku sudah menghubungi Pak Thamrin. Hanya untuk memastikan yang telepon aku, beneran kamu." Pria itu masih mengomel.
Dinar menunduk. Kalau sudah telepon Pak Thamrin, artinya Bas sudah paham tujuannya datang ke Jakarta untuk apa. Dan pasti sudah mendengar semua permasalahan yang ada. Bukan hanya sekedar masalah hutang bank yang ditinggalkan Om Umar, tapi yang lainnya. Masalah yang ternyata sempat membuat almarhum ayahnya ingin melepas Tjakra House. Penginapan yang sudah memberi banyak kenangan pada keluarga mereka.
"Tadinya mau ngabari kalau sudah sampai Jakarta."
"Iya kalau aku pas di Jakarta. Kalau enggak?"
Dinar memilih tutup mulut. Karena Bas sedang marah.
"Kamu memang sudah gede, tapi kalau bisa, perjalanan naik kereta jangan sendirian. Kalau sendirian, mending naik pesawat. Lebih cepat."
"Aku lagi berhemat."
"Makanya ngomong, aku yang booking tiket."
Iuh. Si paling booking tiket. Sekali telepon, bisa-bisa monik yang datang sama Pak Yudis. Iya sih, dia kan Sultan.
"Kenapa diam?"
Lah?
"Sudah boleh ngomong?"
"Saya gak ngomong sama patung ya!"
Astaga. Dinar sampai melongo melihat Bas yang uring-uringan. Dia kenapa sih? Kayak cewek PMS aja.
"Mas Bas marah karena aku ngakuin pacar di depan Fathan? Atau Mas Bas marah karena hari minggunya terganggu?" tanyanya hati-hati. Mending tanya daripada salah paham.
KAMU SEDANG MEMBACA
Housemate
RomansaWarning : Adult romance. Kehidupan Dinar Tjakra Wirawan berubah, setelah Ayah dan kakak laki-lakinya meninggal. Impiannya yang ingin menjadi seorang News anchor harus kandas, karena mau tidak mau, dia harus belajar menjadi seorang hotelier, dan me...