Reflection

225 31 1
                                    

.
.
.

🎶 Taylor Swift - Enchanted

.
.
.

"Ada apa? kenapa kalian senyum-senyum"
potong Lucas padaku dan Nathan.

"Tidak papa" aku menggeleng cepat dan merubah ekspresi wajah menjadi normal kembali.

"Ini gimana sih!" gerutu Nathan sembari menggaruk-garuk rambutnya bingung.

"Kau bisa Nathan"
support ku.

"Ya, kayaknya aku tinggal memutar ini kesini..." Nathan kembali memutar rubik nya dan semakin terlihat kacau.

DHUAR!!

Suara petir terdengar keras, membuat kami berlima serempak terperanjat kaget.

"Nathan, apa kau sudah memasukkan kendaraan kita?"
tanya Gibran.

"Sudah" angguknya, karena tadi siang dia sudah memasukkan kendaraan kami ke pintu rahasia yang dibuat khusus untuk mobil dan motor.

"Baguslah, ayo masuk kedalam lab" Gibran beranjak berdiri dan berjalan memasuki lab lebih dulu.

"Gio"
panggilku.

Dia berdiri, langsung berlari cepat masuk kedalam.

Didalam lab, Gibran mematikan semua saklar yang menghubungkan ke perangkat elektronik. Takut jika ada sesuatu yang tersambar petir.

Membuat seluruh ruangan kini menjadi gelap dan hanya mengandalkan cahaya lilin.

"Apa kita akan istirahat dengan kondisi gelap seperti ini?" tanya Gio sembari memeluk bukunya erat.

"Ya Gio, petir masih bergemuruh"
jawabku mengusap rambutnya.

"Yah... padahal aku lagi seru-seru baca" bibirnya manyun, merasa sedih karena harus menghentikan bacaannya.

Aku duduk, dan menyuruhnya untuk duduk di sampingku.

"Gio lihat ini" aku memainkan tangan ku membentuk sebuah kupu-kupu di pantulan cahaya lilin.

"Woah... kupu-kupu" dia meletakan bukunya, lalu menatap bayangan tanganku bahagia.

"Aku juga bisa" potong Lucas, membuat sebuah bayangan kepala serigala.

"Roar! aku lapar!"
drama Lucas.

"Pergi kau serigala! ini bukan tempatmu" bayangan tangan Gibran datang yang membentuk sebuah gajah.

"Haha... kak Gibran juga bisa"
tepuk tangannya bahagia.

"Cobalah Gio"
suruh Gibran.

Gio mengangguk cepat, dia ikut membentuk tangannya walau masih kesusahan.

"Begini...". Aku mengajari Gio cara membuat bayangan tersebut.

Dan tanpa waktu lama, dia bisa menguasainya.

Tawanya kini mulai menyeru seisi ruangan membuat kedua ujung bibirku terangkat begitu saja.

Kruyuk!...

Perut Gio bernyanyi, kami berempat sontak menoleh kearahnya. Dan hanya dibalas kekehan pelan saja.

"Kau lapar?"
tanya ku.

"Iya"
dia mengelus perutnya.

"Baiklah, akan ku buatkan makanan"
aku beranjak berdiri.

"Rini aku ikut, aku malas jika bermain dengan rubik ini" ikut Nathan, dengan rubik yang sudah ia kantongi.

KOTA ZOMBIE 2 (Ambang Kematian) ✔ [Revisi]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang