BRAK!
Pintu lab terbuka dengan Reza yang langsung berjalan ketakutan.
"Kau kenapa Reza?" Tanya John bingung melihat putranya yang sedang mondar mandir bingung.
"A--- aku tidak sengaja membunuh seseorang" Reza segera terduduk lemah di kursi, menangkup wajahnya panik.
John mendekat menatap Reza dengan raut wajah bingung.
"Kau membunuh? Siapa yang kau bunuh?""Aku tidak mengenalnya, tapi dia bersama Rini" Jelas Reza langsung mengusap wajahnya kasar.
John yang mendengarnya justru tersenyum.
"Apa yang kau bunuh salah satu dari ketiga anak sma itu?" Tanya John dengan seringai kecil.
"Iya, aku menembak seorang gadis berambut keriting tadi" Kepala Reza terangguk cepat.
"Kau tidak perlu merasa bersalah seperti ini, itu hal yang hebat" John berjalan mendekat, menepuk bahu Reza dua kali.
"Kau hebat Reza, dengan begini kau bisa membuat Rini lemah" Tambah John sengaja menjadikan Reza sebagai bonekanya.
"Kau ingat sendirikan, karena Rini lah ibumu terluka"
John semakin memanas-manasi Reza."Ya, aku tidak perlu panik" Jawab Reza seolah terhasut.
John tersenyum lebar mendengarnya, merasa senang karena berhasil menjadikan Reza sebagai bonekanya.
🍀°°°🍀
Malam itu kami menguburkan mayat Siya di sebuah lahan kosong, hanya itulah jalan satu-satunya untuk menghormati jenazah Siya agar mengantarkannya ke peristirahatan terakhir.
"Terima kasih Siya... Kau telah banyak membantu kami" Ucapku sebelum pergi meninggalkan makamnya.
"Istirahat yang tenang Siya, kami akan selalu mengingatmu" Riko berjalan pergi mendahului dengan kepala tertunduk.
Kami berjalan pergi meninggalkan makamnya, aku berhenti menatap punggung Riko dan Aria.
"Riko... Aria" Panggilku, mereka berdua menoleh dengan mata yang merah.
"Lebih baik kalian pergi ke camp, tugas kalian disini sudah selesai" Kataku tidak mau kejadian yang sama terulang lagi.
"Kau ingin kami pelgi?" Tanya Aria menatapku tidak percaya.
"Itu jalan satu-satunya agar kalian tetap selamat, aku tidak mau jika kalian harus menghadapi hal yang sama seperti Siya" Aku menundukkan kepala masih merasa tidak tega dengan mereka berdua.
"Kami... Tidak ingin berpisah, kami tidak masalah jika harus mati" Bantah Riko sama sekali tidak mau pergi.
"Riko, aku senang dengan keberanianmu. Tapi perang ini bukan main-main, kalian tidak terlibat di dalamnya. Jadi, jangan bahayakan dirimu untuk bergabung dengan kami. Aku akan merasa lebih baik, jika kau aman bersama orang-orang yang dapat menjaga kalian" Jelasku agar mereka berdua paham.
"Tapi..." Riko hendak kembali menolak.
"Tidak papa Riko, waktu bersama kita sudah cukup disini" Nathan menepuk bahu Riko pelan.
Riko menunduk menghela napas pelan
"Baiklah, kami turuti kemauanmu"
Responnya mengiyakan.Aku sedikit lega mendengarnya namun masih merasa tidak tega.
"Baiklah, kami akan mengantarkan kalian ke kota tadi... Disana ada camp tentara yang akan menerima kalian" Ajak Gibran tapi langsung ditolak oleh Riko.
"Kalian sudah terlalu banyak membantu kami, sekarang sudah cukup... Fokuslah ke tujuan awal kalian. Kami bisa jaga diri dengan baik, orang-orang jahat itu tidak akan menyerang kami" Ujar Riko dengan gelengan kepala pelan.
KAMU SEDANG MEMBACA
KOTA ZOMBIE 2 (Ambang Kematian) ✔ [Revisi]
Misterio / Suspenso(Seri kedua : Kota Zombie) ✔ Ramalan perang dunia ke-tiga, aku pernah mendengarnya, aku pikir perang itu hanyalah perang besar pada umumnya. Tetapi, perang dunia ke-tiga kali ini ternyata lebih besar dari apa yang telah ku duga. Dan sebuah kenyataan...