49 - Diberi Oleh-oleh

80 5 10
                                    

اَللّـٰـهُمَّ صَلِّ عَلٰى سَـيَّدِنَا مُحَمَّدٍ♡

Jangan lupa vote sama komentarnya yaa!

Happy reading

***

Baik aku maupun Harun, kami sama-sama diam untuk beberapa saat. Harun tidak membuka suara, sementara aku masih mencoba mencerna apa yang baru saja Harun tanyakan. Aku melirik Harun yang menundukkan kepala. Seolah ada maksud tertentu di balik pertanyaan Harun. Tapi aku tidak tahu apa itu.

"Harun!"

"Kak Senja!"

Kami saling memanggil dan pandangan kami kini bertemu. Aku langsung melirik ke arah lain.

*Kakak aja yang ngomong duluan," ucap Harun.

"Enggak, enggak. Kamu aja,"

Tak seperti biasanya saat aku sedang bersama Harun, suasana menjadi canggung seperti ini. Kalian pun pasti tahu bagaimana jika aku sudah berhadapan dengan siswa yang satu ini. Bawaannya selalu ingin marah. Tapi kenapa sekarang jadi canggung begini?

"Aku lupa mau ngomong apa." Harun tersenyum simpul. "Kakak sendiri mau ngomong apa?"

"Emm kamu kenapa nanya gitu?"

Harun mengangkat satu alisnya. "Emang aku nanya apa?"

Astaga! Secepat itukah dia melupakan apa yang baru saja dia tanyakan? Untuk kali ini, aku boleh kesal lagi gak sih sama Harun?

"Tau ah!"

"Dih, malah ngambek," ledek Harun.

"Kamu yang nanya, kamu juga yang lupa. Gimana sih? Masih muda kok udah pelupa," kataku ketus.

"Masalah Zaidan? Ya, aku cuma nanya aja. Pengen tau kebenarannya,"

"Berapa kali aku harus bilang sama kamu? Aku itu gak pernah ada hubungan sama Zaidan. Aku cuma deket doang sama dia. Dan dia juga menganggap aku hanya kakak kelas aja gak lebih. Terus sekarang ya gini aja, gak ada apa-apa. Kisah aku sama Zaidan udah berakhir. Sejak saat aku gak pernah komunikasi lagi sama dia. Puas kamu!" Aku sedikit menyentak karena jujur, aku malas untuk mengungkit kisah masa lalu yang tidak bisa diulang kembali.

Harun bungkam setelah mendengar penjelasanku. Wajahnya kembali tertekuk. Dia terlihat merasa bersalah atas pertanyaan yang dilontarkannya.

"Maaf, aku gak bermaksud buat -- "

"Udah gapapa, itu adalah kebenarannya. Aku sama sekali tidak berharap lebih sama Zaidan." Aku memotong ucapan Harun.

"Semoga kalian berdua berjodoh ya," kata Harun datar.

Aku sama sekali tidak bereaksi saat mendengar perkataan Harun. Apakah perasaanku untuk Zaidan sudah memudar? Aku juga tidak merasakan debaran lagi ketika mendengar orang menyebut nama Zaidan.

"Harun!" Seseorang memanggil Harun dan membuyarkan suasana canggung di antara kami.

"Di cariin juga ternyata ada di sini," sahut Arfan. "Yang lain dah pada pulang. Kamu mau sampai kapan di sini terus?"

Senja BersamamuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang