اَللّـٰـهُمَّ صَلِّ عَلٰى سَـيَّدِنَا مُحَمَّدٍ♡
Jangan lupa vote sama komentarnya yaa!
Happy reading
***
Tiwi menghentikan motor setelah tiba di depan rumahnya. Zaidan pun ikut berhenti karena dia memutuskan untuk ikut mengantar. Dia mengikuti motor Tiwi dari belakang. Tiwi turun duluan dari motor dan aku turun dibantu olehnya.
"Zaidan, kamu ikut dulu ya ke rumah. Kamu juga pasti ada luka, biar sekalian diobatin," pinta Tiwi.
"Gak usah, Kak. Nanti aku obatin di pondok aja," tolak Zaidan.
"Tapi ... kamu kayak gini karena nolong aku. Kamu mampir dulu ya, biar aku yang obatin luka kamu," kataku spontan membuat Zaidan sedikit heran.
"Masa yang sakit ngobatin yang sakit juga." Zaidan terkekeh. "Lagian aku gak apa-apa kok, Kak."
"Gak apa-apa gimana? Kamu tadi dipukul bahkan ditendang juga sama Radit,"
"Senja bener, Dan. Mending ikut aja ke rumah yuk!" ajak Tiwi.
"Tapi gak apa-apa nih? Gak ngerepotin?" tanya Zaidan ragu.
"Enggak sama sekali. Kamu sakit enggak jalannya? Soalnya aku bantuin Senja jalan." Tiwi masih memegangi tanganku.
"Aman. Gak terlalu sakit kok." Zaidan mengangguk sambil tersenyum. Kemudian ia turun dari motornya dengan gerakan pelan. Aku yang melihatnya ikut merasa sakit, dia seperti itu karena menolongku.
"Assalamu'alaikum!" Tiwi mengetuk pintu rumah.
"Wa'alaikumsalam! Tunggu sebentar!" Seseorang membukakan pintu dan terkejut ketika melihat keadaanku yang berantakan.
"Senja, kamu kenapa?" tanya Mbak Wita, kakak Tiwi.
"Biasa, Mbak. Si Radit berulah lagi," sahut Tiwi malas.
Mbak Wita memang tahu mengenai kedekatanku dengan Radit. Hingga saat aku dan Radit berkonflik pun dia mengetahuinya. Aku sering bercerita pada Tiwi, dan kebetulan di sana juga ada Mbak Wita. Jadi dia memang mengetahui sebagian kisah hidupku.
"Terus ini siapa?" Mbak Wita menunjuk Zaidan.
"Dia yang nolong Senja, Mbak. Adik kelasnya Senja waktu sekolah," jawab Tiwi.
"Oalah, santri pesantren Al-Asy'ari ya?"
Zaidan mengangguk pelan.
"Ya udah ayo masuk!" Mbak Wita mempersilahkan kami masuk. "Kalian duduk dulu aja ya. Mbak mau buatkan minum. Tiwi kamu nanti ambil obat yaa buat mereka."
"Siap, Mbak. Kalian tunggu yaa. Jangan macem-macem!" ancam Tiwi sambil tersenyum jahil ke arahku.
Suasana mendadak canggung ketika adik kakak itu meninggalkan ruang tamu. Aku sungguh tidak berani menatap Zaidan. Tapi aku bisa merasakan jika Zaidan melirik ke arahku.
"Zaidan maaf,"
"Kak Senja maaf,"
Kami spontan mengatakan hal itu secara bersamaan. Aku mengalihkan pandangan ke arah lain.
KAMU SEDANG MEMBACA
Senja Bersamamu
Fiksi Remaja⚠️Wajib follow sebelum baca ⚠️ Jangan lupa tinggalkan jejak, minimal vote *** "Senja selalu membuatku terus menyukainya. Karena dia selalu memberiku kehangatan dan ketenangan di saat dunia memberiku banyak masalah." -Harun. "Jika aku bukan senja yan...